Apakah Anda hobi mendengarkan radio? Memiliki penyiar kesayangan? Sejak dulu, saya memiliki salah satu hobi yakni mendengarkan radio. Saya telah mendengarkan beberapa radio di Jakarta secara setia, sehingga secara emosional saya memfavoritkan beberapa penyiar, dalam arti, misalnya, kehadiran suara mereka bagaikan “penyembuh” khususnya di kala saya mengalami saat-saat yang sulit dalam fase-fase kehidupan saya.
Di bawah ini beberapa yang sempat saya kenang saat ini. Maaf, kalau tidak sistematis penyampaiannya, karena hanya menuliskan poin-poin yang sempat teringat dan saya juga agak mengantuk:
Nor Pud Binarto. Orang ini boleh dikata penyiar yang tidak lazim, berada di luar mainstream. Secara tidak sengaja, waktu itu mungkin (kira-kira) tahun 2000-an jam 11-an malam, saya mulai mengenal penyiar ini sejak mendengar Bung Nor Pud memutar lagu “Putih… Putih… Melati… Mekar… di Tamansari ….” (Melati Suci) yang dinyanyikan Mbak Tika Bisono. Apa yang dilakukan Nor Pud malam-malam saat itu adalah membahas lagu ini dan Ibu Fat (istri Bung Karno) dengan bendera merah-putih yang dirajut beliau. What? “Nggak salah neh…?!” saya pikir waktu itu. Ya, tidak biasa saja. Ternyata selama beberapa waktu yang panjang, memang Nor Pud menjadi “penyiar tunggal” radio ini. Konten bicaranya filosofis. Kalau pendengar tidak “nyambung”, jangan harap bisa 1 menit saja bertahan berbicara dengan orang ini via sambungan telepon. Acara tiap sorenya, kalau tidak salah, namanya Portofolio, membahas kehidupan masyarakat Jakarta. Saya belajar banyak tentang pemikiran filsafat yang teraktualkan dari beliau. Radio tempat penyiar ini berkarya adalah Jakarta News FM. Saya rasa, tidak ada LSM, khususnya di Jakarta, yang tidak tahu radio ini pada waktu itu, karena konsen radio ini terhadap kehidupan orang kecil dan sisi-sisi “lain” dari kehidupan (Wardah Hafidz dari UPC cukup sering dikontak kalau ada masalah kehidupan orang kecil di Jakarta). Pokoknya, radio ini “aneh” betul, deh (saya kagum). Pernah menjelang hari lahir Pancasila, radio ini memutar sejumlah rekaman pidato Bung Karno hampir seharian, berikut pengupasan-pengupasannya. Kaset dan CD kompilasinya juga dijual (nampaknya dengan ijin), dan hasilnya untuk kepentingan rakyat kecil. Saya juga masih ingat ketika Nor Pud punya homepage pertama kali dengan alamat http://norpud.4t.com Anda yang sering main web seperti saya, pasti tahu bahwa 4t.com itu layanan free hosting biasa saja. Namun, Nor Pud dalam penjelasannya waktu itu memaknai “4t” itu sebagai “empati” (Kata beliau, “Maksudnya, mau saya bikin empati.”). Luar biasa Yang saya ingat juga, waktu itu tiap Rabu malam, kalau tidak salah ingat, di radio ini ada siaran musik klasik. Pembawa acaranya tidak sembarangan: Anggito Abimanyu, (sekarang) pejabat tinggi Depkeu itu, ditemani Nor Pud (lagi), tentu saja. Berkat acara Pak Anggito inilah saya mengenal karya-karya komposer Felix Mendelssohn. Tokoh lain lagi yang juga jadi pengisi acara radio ini adalah Ratna Sarumpaet (tiap Sabtu pagi; sayang sekali kemudian ada konflik antara Ratna dengan Jaknews, yang tidak perlu saya perpanjang di sini). Nama acaranya, “Sabtu Pagi bersama Ratna Sarumpaet“. Juga ada almarhum Dono, dengan lawakan dan komentar kritisnya tentang kehidupan berbangsa. Sampai meninggalnya, Dono masih mengisi acara ini; pemakamannya disiarkan langsung oleh Jakarta News FM. Saya juga mengenal grup band legendaris CHASEIRO (Chandra Darusman & Friends) juga dari radio ini, “Pemuda ke mana langkahmu menuju? Apa yang membuat engkau ragu..?” hahaha, berkat Nor Pud, dkk. Diskusi-diskusi filosofis Bung Nor Pud dilakukan antara lain dengan Komaruddin Hidayat, Mudjisoetrisno, Gde Prama, Desi Anwar, dll; tentang Korupsi, Kematian, Cinta, dll. Kemudian Nor Pud menghilang setelah gencar-gencarnya Jakarta News FM siaran tentang banjir 2001…. Sekitar tahun berapa, saya lupa, tidak sengaja pula, saya ketemu lagi dengan suara Nor Pud Binarto di Radio Suara Metro 911, namun tentu saja lingkungan radionya berbeda dengan Jakarta News FM. Juga kemudian menghilang. By the way, siapa perempuan yang menjadi idaman Nor Pud… Saya ingat sekali beliau selalu bilang, “Desi Ratnasari, kalau nggak, Jeneffir Lopez”, hehehe. Nor Pud kini telah tiada, namun beberapa jejak pemikirannya masih tersimpan.Verba volant, scripta manent!
Bob Iskandar. Tidak ada pendengar lama Delta FM yang tidak kenal dengan Bob Iskandar. Penyiar ini selalu menemani kita dengan suara khas baritonnya yang renyah dan asyik tiap malam dengan sajian lagu-lagu oldies terpilih, baik pop maupun jazz. Tidak akan terlupakan oleh saya, cara beliau mengucapkan kata-kata, “Halo pendengar Delta, saya Bob Iskandar ….” “Delta FM, the bright side of Jakarta“. Des Alwi (sejarawan) cukup sering disapanya. Memang, cukup banyak tokoh penting di Indonesia yang saya duga menjadi pendengar setia siarannya Bung Bob Iskandar ini. Beliau mengakhiri siarannya sekitar tahun 2005 atau 2006, kalau saya tidak salah mengingat, dan saya juga sempat merekam dengan handphone (format AMR) kata-kata siaran beliau yang terakhir. Sedih juga, setelah cukup lama malam saya ditemani oleh Bung Bob Iskandar ini. I miss you, Bung Bob! Siaran terakhir Bob Iskandar di Delta FM, saya rekam dalam Chirbit.
Mega “Andromeda“. Ingat Mega Andromeda, ingat radio Ramako FM, yang dulu masih berfrekuensi di FM 106.15. Biasanya Mega Andromeda ini siaran tiap Minggu pagi. Yang terkesan oleh saya adalah suaranya yang sangat lembut dan sangat ramah. Nama asli beliau seingat saya: Megawati Sri. “Andromeda” adalah nama benda langit yang memang dikenakan pada nama belakang setiap penyiarnya, misalnya: Martin Mars, Jim Jupiter, Casey Comet, Gary Galaxy. Just for your info, Bayu Sutiono yang terkenal lewat Liputan 6 SCTV ini adalah si “Martin Mars”. Saya juga baru tahu ketika tahun 2000-berapa, gitu, saya lupa, ada acara ulangtahun Radio Ramako, di mana penyiar-penyiar veterannya diajak bersiaran di Ramako seharian. Kembali ke Mega, acara yang sering dibawakannya tiap Minggu pagi adalah “Sunday’s Love Songs“. Waktu siaran beliau tergolong singkat dibandingkan penyiar lain, saya ingat betul, tetapi suaranya yang ramah dan “sexy” (bukan dalam pengertian menggoda, melainkan atraktif namun anggun) dan kata-katanya itu, lho, yang bikin betah dengerinnya. Siaran Mega ini, kesan saya, “berbeda” dengan penyiar Ramako lainnya. Kalau Anda pendengar radio Ramako, Anda pasti menyadari bahwa terdapat sebagian besar penyiar yang siarannya “mekanistis” mempunyai warna siaran yang seragam. Tetapi, Mega “beda”. Setidaknya saya mengalami, beliau bisa menjalin kontak batin dengan pendengar, bukan hanya “melaksanakan pekerjaan”. Kalau di radio Sonora, perbandingannya mungkin dengan penyiar Eddie Dipo, yang gaya siarannya “beda” dengan penyiar lain selingkung (apalagi waktu dulu).
Nadia Ardiwinata. Ingat Nadia Ardiwinata… ingat radio, apa, ayooo??? Yup! Smart FM. Penyiar ini bersuara lantang, bersemangat, suka nemenin siarannya Andre Wongso serta Ibu Dewi Minangsari. Pertama kali saya dengar suara Mbak Nadia ini di Smart FM ketika beliau menghantar dongeng legenda Psyche. Menurut saya, orangnya smart, jadi cocoklah sesuai dengan nama radionya. Partnernya waktu itu namanya Andi Odang. Sekitar tahun 2006 atau 2007, kedua penyiar ini hengkang dari Smart FM. Sempat juga saya kontak dengan Mbak Nadia beberapa hari setelah ia tidak lagi di SMART FM. Saya teringat Mbak Nadia waktu itu karena Mbak Nadia Ardiwinata menjadi narator dalam sebuah rangkaian drama radio kisah dari Negeri Tiongkok yang diputar di Radio Sonora FM setiap hari mulai pukul 00.30 WIB atau pukul 01.00. Setelah itu, saya hampir tidak mendengar suara Mbak Nadia lagi di radio. Mbak Nadia, where are you?
Katrin. Mbak Katrin ini bersiaran di radio Sonora FM. Waktu itu, perasaan saya juga belum begitu lama mendengar suara Mbak Katrin, baru kira-kira 6 bulan-an. Yang jelas, suara Mbak Katrin ini “baik banget”, deh. Biasanya Mbak Katrin bersiaran mulai dari pukul 00.00 WIB (kalau hari Senin, biasanya Minggu malamnya beliau juga menjadi penyiar acara “Irama Klasik Ringan/Musik Klasik Sonora“) sampai pagi pukul 05.00. Coba tanyakan saja para pendengar Sonora yang suka mendengar radio ini pada dini hari sampai pagi di acara “Sahabat Setia“; pasti mayoritas mengetahui Mbak Katrin. Lagi-lagi, sebagaimana Bob Iskandar, saya juga sempat mendengar siaran terakhir Mbak Katrin (lupa tahun berapa, mungkin 2007 atau 2008). Sekarang di radio Sonora, masih ada Tasya dan Lani yang juga menjadi favorit pendengar.
John Adiguna, Hairil Chandra, Adrian Majid Kobat, Edi Junaidi. Wah kok banyak amat? Mereka ini adalah para penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat. Sekitar tahun 1994-1999 bahkan 2000-an, saya masih suka mendengar siaran RRI dini hari, di mana konten acaranya berbeda jauh dengan konten acara sekarang. Waktu itu RRI I merupakan segelintir radio yang siaran 24 jam. Sonora waktu tahun-tahun awal itu hanya siaran sampai dengan pukul 24 (kecuali malam Minggu). Radio yang siaran sampai dengan agak pagi (sampai pukul 01.0o) adalah Kiss FM dan Radio Arief Rahman Hakim (ARH) FM serta RRI Pro 2 FM, baru kemudian disusul oleh Cakrawala dengan siaran 24 jamnya. RRI waktu tahun 1990-an masih didominasi oleh acara kirim-kirim salam antar pendengar. Tiap pukul 00.00 WIB setelah siaran berita, “Radio Republik Indonesia dengan siaran berita. Sari berita penting ….”, adalah acara Renungan Pagi dengan puisi agamis oleh Rosdiana. Sekitar pukul 02.00 ada siaran khusus TNI, yang nama acaranya “Derap Anjangsana“. Saya masih ingat betul suara-suara khas dari keempat penyiar di atas. Ada John Adiguna, yang saya ingat pernah membawakan renungan mengenai “Waktu Terbaik” kita yang hanya dua jam setiap hari. Juga masih ingat Edi Junaedi selama 1-2 jam membawa dan menceritakan kisah-kisah di balik lagu-lagu The Beatle. Teringat juga, saya mengenal dan mulai menyukai sejumlah lagu Ismail Marzuki dan lagu-lagu keroncong karena disiarkan oleh Haeril Chandra (yang bila tertawa, renyah abisss). Serta Adrian Majid Kobat yang suka berbalas pantun Melayu dengan pendengar yang meneleponnya. Malam Minggu biasanya mereka semua tidak siaran. Mengapa? Karena RRI menyiarkan acara Wayang Semalam Suntuk dan disusul lagu dangdut, dan pada Minggu pagi-nya sekitar pukul 05.30 atau 06.00 bergemalah suara khas Tedjo Sumarto, Sarjana Hukum, penyiar acara Forum Negara Pancasila, tempat orang bertanya tentang Pancasila dan aktualisasinya (waktu itu masih periode Orde Baru; salah satu penanya adalah sahabat saya, Chatrin Pandrya, dkk ).
Ida Arimurti. Penyiar ini juga penyiar Delta FM, seperti Oom Bob Iskandar. Belum lama juga saya mendengarnya, sekitar 2007/2008 yang lalu, namun rupanya sangat melekat di hati pendengar. Sekarang, Ida Arimurti dapat kita lihat wajahnya di sebuah acara Metro TV, “Delapan Puluh”. Suaranya terkenal merdu menemani penduduk Jakarta, diantaranya, sore hari saat jam pulang kantor. Juga, saya sempat mendengar siaran terakhir dari Ida Arimurti, yang konon sudah 25 tahun eksis di udara sebagai penyiar. Ingat “Ida – Krisna Show“?, “Ida Arimurti and Friends Show“?
Saya hanya mendeskripsikan pengalaman saya di sini. Tidak ada analisis apapun. Anda sekarang mengetahui, mengapa saya sangat “mencintai” mereka, dan merasa kehilangan dan “merindukan” mereka selalu.
Saya akhiri lagu ini dengan syair lagu Bimbo, sebagai berikut:
Balada Seorang Penyiar (Bimbo)
Tiada lembah tiada gunung Tiada kota tiada dusun Suaramu terdengar merayu Mengantarkan lagu-lagu
Baik siang maupun malam Baik suka maupun duka Kau arungi gelombang suara Kau hampiri pendengarmu
Apakah Anda hobi mendengarkan radio? Memiliki penyiar kesayangan? Sejak dulu, saya memiliki salah satu hobi yakni mendengarkan radio. Saya telah mendengarkan beberapa radio di Jakarta secara setia, sehingga secara emosional saya memfavoritkan beberapa penyiar, dalam arti, misalnya, kehadiran suara mereka bagaikan “penyembuh” khususnya di kala saya mengalami saat-saat yang sulit dalam fase-fase kehidupan saya.
Di bawah ini beberapa yang sempat saya kenang saat ini. Maaf, kalau tidak sistematis penyampaiannya, karena hanya menuliskan poin-poin yang sempat teringat dan saya juga agak mengantuk:
Nor Pud Binarto. Orang ini boleh dikata penyiar yang tidak lazim, berada di luar mainstream. Secara tidak sengaja, waktu itu mungkin (kira-kira) tahun 2000-an jam 11-an malam, saya mulai mengenal penyiar ini sejak mendengar Bung Nor Pud memutar lagu “Putih… Putih… Melati… Mekar… di Tamansari ….” (Melati Suci) yang dinyanyikan Mbak Tika Bisono. Apa yang dilakukan Nor Pud malam-malam saat itu adalah membahas lagu ini dan Ibu Fat (istri Bung Karno) dengan bendera merah-putih yang dirajut beliau. What? “Nggak salah neh…?!” saya pikir waktu itu. Ya, tidak biasa saja. Ternyata selama beberapa waktu yang panjang, memang Nor Pud menjadi “penyiar tunggal” radio ini. Konten bicaranya filosofis. Kalau pendengar tidak “nyambung”, jangan harap bisa 1 menit saja bertahan berbicara dengan orang ini via sambungan telepon. Acara tiap sorenya, kalau tidak salah, namanya Portofolio, membahas kehidupan masyarakat Jakarta. Saya belajar banyak tentang pemikiran filsafat yang teraktualkan dari beliau. Radio tempat penyiar ini berkarya adalah Jakarta News FM. Saya rasa, tidak ada LSM, khususnya di Jakarta, yang tidak tahu radio ini pada waktu itu, karena konsen radio ini terhadap kehidupan orang kecil dan sisi-sisi “lain” dari kehidupan (Wardah Hafidz dari UPC cukup sering dikontak kalau ada masalah kehidupan orang kecil di Jakarta). Pokoknya, radio ini “aneh” betul, deh (saya kagum). Pernah menjelang hari lahir Pancasila, radio ini memutar sejumlah rekaman pidato Bung Karno hampir seharian, berikut pengupasan-pengupasannya. Kaset dan CD kompilasinya juga dijual (nampaknya dengan ijin), dan hasilnya untuk kepentingan rakyat kecil. Saya juga masih ingat ketika Nor Pud punya homepage pertama kali dengan alamat http://norpud.4t.com Anda yang sering main web seperti saya, pasti tahu bahwa 4t.com itu layanan free hosting biasa saja. Namun, Nor Pud dalam penjelasannya waktu itu memaknai “4t” itu sebagai “empati” (Kata beliau, “Maksudnya, mau saya bikin empati.”). Luar biasa Yang saya ingat juga, waktu itu tiap Rabu malam, kalau tidak salah ingat, di radio ini ada siaran musik klasik. Pembawa acaranya tidak sembarangan: Anggito Abimanyu, (sekarang) pejabat tinggi Depkeu itu, ditemani Nor Pud (lagi), tentu saja. Berkat acara Pak Anggito inilah saya mengenal karya-karya komposer Felix Mendelssohn. Tokoh lain lagi yang juga jadi pengisi acara radio ini adalah Ratna Sarumpaet (tiap Sabtu pagi; sayang sekali kemudian ada konflik antara Ratna dengan Jaknews, yang tidak perlu saya perpanjang di sini). Nama acaranya, “Sabtu Pagi bersama Ratna Sarumpaet“. Juga ada almarhum Dono, dengan lawakan dan komentar kritisnya tentang kehidupan berbangsa. Sampai meninggalnya, Dono masih mengisi acara ini; pemakamannya disiarkan langsung oleh Jakarta News FM. Saya juga mengenal grup band legendaris CHASEIRO (Chandra Darusman & Friends) juga dari radio ini, “Pemuda ke mana langkahmu menuju? Apa yang membuat engkau ragu..?” hahaha, berkat Nor Pud, dkk. Diskusi-diskusi filosofis Bung Nor Pud dilakukan antara lain dengan Komaruddin Hidayat, Mudjisoetrisno, Gde Prama, Desi Anwar, dll; tentang Korupsi, Kematian, Cinta, dll. Kemudian Nor Pud menghilang setelah gencar-gencarnya Jakarta News FM siaran tentang banjir 2001…. Sekitar tahun berapa, saya lupa, tidak sengaja pula, saya ketemu lagi dengan suara Nor Pud Binarto di Radio Suara Metro 911, namun tentu saja lingkungan radionya berbeda dengan Jakarta News FM. Juga kemudian menghilang. By the way, siapa perempuan yang menjadi idaman Nor Pud… Saya ingat sekali beliau selalu bilang, “Desi Ratnasari, kalau nggak, Jeneffir Lopez”, hehehe. Nor Pud kini telah tiada, namun beberapa jejak pemikirannya masih tersimpan.Verba volant, scripta manent!
Bob Iskandar. Tidak ada pendengar lama Delta FM yang tidak kenal dengan Bob Iskandar. Penyiar ini selalu menemani kita dengan suara khas baritonnya yang renyah dan asyik tiap malam dengan sajian lagu-lagu oldies terpilih, baik pop maupun jazz. Tidak akan terlupakan oleh saya, cara beliau mengucapkan kata-kata, “Halo pendengar Delta, saya Bob Iskandar ….” “Delta FM, the bright side of Jakarta“. Des Alwi (sejarawan) cukup sering disapanya. Memang, cukup banyak tokoh penting di Indonesia yang saya duga menjadi pendengar setia siarannya Bung Bob Iskandar ini. Beliau mengakhiri siarannya sekitar tahun 2005 atau 2006, kalau saya tidak salah mengingat, dan saya juga sempat merekam dengan handphone (format AMR) kata-kata siaran beliau yang terakhir. Sedih juga, setelah cukup lama malam saya ditemani oleh Bung Bob Iskandar ini. I miss you, Bung Bob! Siaran terakhir Bob Iskandar di Delta FM, saya rekam dalam Chirbit.
Mega “Andromeda“. Ingat Mega Andromeda, ingat radio Ramako FM, yang dulu masih berfrekuensi di FM 106.15. Biasanya Mega Andromeda ini siaran tiap Minggu pagi. Yang terkesan oleh saya adalah suaranya yang sangat lembut dan sangat ramah. Nama asli beliau seingat saya: Megawati Sri. “Andromeda” adalah nama benda langit yang memang dikenakan pada nama belakang setiap penyiarnya, misalnya: Martin Mars, Jim Jupiter, Casey Comet, Gary Galaxy. Just for your info, Bayu Sutiono yang terkenal lewat Liputan 6 SCTV ini adalah si “Martin Mars”. Saya juga baru tahu ketika tahun 2000-berapa, gitu, saya lupa, ada acara ulangtahun Radio Ramako, di mana penyiar-penyiar veterannya diajak bersiaran di Ramako seharian. Kembali ke Mega, acara yang sering dibawakannya tiap Minggu pagi adalah “Sunday’s Love Songs“. Waktu siaran beliau tergolong singkat dibandingkan penyiar lain, saya ingat betul, tetapi suaranya yang ramah dan “sexy” (bukan dalam pengertian menggoda, melainkan atraktif namun anggun) dan kata-katanya itu, lho, yang bikin betah dengerinnya. Siaran Mega ini, kesan saya, “berbeda” dengan penyiar Ramako lainnya. Kalau Anda pendengar radio Ramako, Anda pasti menyadari bahwa terdapat sebagian besar penyiar yang siarannya “mekanistis” mempunyai warna siaran yang seragam. Tetapi, Mega “beda”. Setidaknya saya mengalami, beliau bisa menjalin kontak batin dengan pendengar, bukan hanya “melaksanakan pekerjaan”. Kalau di radio Sonora, perbandingannya mungkin dengan penyiar Eddie Dipo, yang gaya siarannya “beda” dengan penyiar lain selingkung (apalagi waktu dulu).
Nadia Ardiwinata. Ingat Nadia Ardiwinata… ingat radio, apa, ayooo??? Yup! Smart FM. Penyiar ini bersuara lantang, bersemangat, suka nemenin siarannya Andre Wongso serta Ibu Dewi Minangsari. Pertama kali saya dengar suara Mbak Nadia ini di Smart FM ketika beliau menghantar dongeng legenda Psyche. Menurut saya, orangnya smart, jadi cocoklah sesuai dengan nama radionya. Partnernya waktu itu namanya Andi Odang. Sekitar tahun 2006 atau 2007, kedua penyiar ini hengkang dari Smart FM. Sempat juga saya kontak dengan Mbak Nadia beberapa hari setelah ia tidak lagi di SMART FM. Saya teringat Mbak Nadia waktu itu karena Mbak Nadia Ardiwinata menjadi narator dalam sebuah rangkaian drama radio kisah dari Negeri Tiongkok yang diputar di Radio Sonora FM setiap hari mulai pukul 00.30 WIB atau pukul 01.00. Setelah itu, saya hampir tidak mendengar suara Mbak Nadia lagi di radio. Mbak Nadia, where are you?
Katrin. Mbak Katrin ini bersiaran di radio Sonora FM. Waktu itu, perasaan saya juga belum begitu lama mendengar suara Mbak Katrin, baru kira-kira 6 bulan-an. Yang jelas, suara Mbak Katrin ini “baik banget”, deh. Biasanya Mbak Katrin bersiaran mulai dari pukul 00.00 WIB (kalau hari Senin, biasanya Minggu malamnya beliau juga menjadi penyiar acara “Irama Klasik Ringan/Musik Klasik Sonora“) sampai pagi pukul 05.00. Coba tanyakan saja para pendengar Sonora yang suka mendengar radio ini pada dini hari sampai pagi di acara “Sahabat Setia“; pasti mayoritas mengetahui Mbak Katrin. Lagi-lagi, sebagaimana Bob Iskandar, saya juga sempat mendengar siaran terakhir Mbak Katrin (lupa tahun berapa, mungkin 2007 atau 2008). Sekarang di radio Sonora, masih ada Tasya dan Lani yang juga menjadi favorit pendengar.
John Adiguna, Hairil Chandra, Adrian Majid Kobat, Edi Junaidi. Wah kok banyak amat? Mereka ini adalah para penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat. Sekitar tahun 1994-1999 bahkan 2000-an, saya masih suka mendengar siaran RRI dini hari, di mana konten acaranya berbeda jauh dengan konten acara sekarang. Waktu itu RRI I merupakan segelintir radio yang siaran 24 jam. Sonora waktu tahun-tahun awal itu hanya siaran sampai dengan pukul 24 (kecuali malam Minggu). Radio yang siaran sampai dengan agak pagi (sampai pukul 01.0o) adalah Kiss FM dan Radio Arief Rahman Hakim (ARH) FM serta RRI Pro 2 FM, baru kemudian disusul oleh Cakrawala dengan siaran 24 jamnya. RRI waktu tahun 1990-an masih didominasi oleh acara kirim-kirim salam antar pendengar. Tiap pukul 00.00 WIB setelah siaran berita, “Radio Republik Indonesia dengan siaran berita. Sari berita penting ….”, adalah acara Renungan Pagi dengan puisi agamis oleh Rosdiana. Sekitar pukul 02.00 ada siaran khusus TNI, yang nama acaranya “Derap Anjangsana“. Saya masih ingat betul suara-suara khas dari keempat penyiar di atas. Ada John Adiguna, yang saya ingat pernah membawakan renungan mengenai “Waktu Terbaik” kita yang hanya dua jam setiap hari. Juga masih ingat Edi Junaedi selama 1-2 jam membawa dan menceritakan kisah-kisah di balik lagu-lagu The Beatle. Teringat juga, saya mengenal dan mulai menyukai sejumlah lagu Ismail Marzuki dan lagu-lagu keroncong karena disiarkan oleh Haeril Chandra (yang bila tertawa, renyah abisss). Serta Adrian Majid Kobat yang suka berbalas pantun Melayu dengan pendengar yang meneleponnya. Malam Minggu biasanya mereka semua tidak siaran. Mengapa? Karena RRI menyiarkan acara Wayang Semalam Suntuk dan disusul lagu dangdut, dan pada Minggu pagi-nya sekitar pukul 05.30 atau 06.00 bergemalah suara khas Tedjo Sumarto, Sarjana Hukum, penyiar acara Forum Negara Pancasila, tempat orang bertanya tentang Pancasila dan aktualisasinya (waktu itu masih periode Orde Baru; salah satu penanya adalah sahabat saya, Chatrin Pandrya, dkk ).
Ida Arimurti. Penyiar ini juga penyiar Delta FM, seperti Oom Bob Iskandar. Belum lama juga saya mendengarnya, sekitar 2007/2008 yang lalu, namun rupanya sangat melekat di hati pendengar. Sekarang, Ida Arimurti dapat kita lihat wajahnya di sebuah acara Metro TV, “Delapan Puluh”. Suaranya terkenal merdu menemani penduduk Jakarta, diantaranya, sore hari saat jam pulang kantor. Juga, saya sempat mendengar siaran terakhir dari Ida Arimurti, yang konon sudah 25 tahun eksis di udara sebagai penyiar. Ingat “Ida – Krisna Show“?, “Ida Arimurti and Friends Show“?
Saya hanya mendeskripsikan pengalaman saya di sini. Tidak ada analisis apapun. Anda sekarang mengetahui, mengapa saya sangat “mencintai” mereka, dan merasa kehilangan dan “merindukan” mereka selalu.
Saya akhiri lagu ini dengan syair lagu Bimbo, sebagai berikut:
Balada Seorang Penyiar (Bimbo)
Tiada lembah tiada gunung Tiada kota tiada dusun Suaramu terdengar merayu Mengantarkan lagu-lagu
Baik siang maupun malam Baik suka maupun duka Kau arungi gelombang suara Kau hampiri pendengarmu
[ Refresh/Reload atau CTRL & F5 untuk memperoleh isi terbaru. Kunjungi juga http://juneman.medium.com dan http://junemanblog.wixsite.com/blog ]
Penyiar Oh Penyiar (Repost tulisan 2010)
Apakah Anda hobi mendengarkan radio? Memiliki penyiar kesayangan? Sejak dulu, saya memiliki salah satu hobi yakni mendengarkan radio. Saya telah mendengarkan beberapa radio di Jakarta secara setia, sehingga secara emosional saya memfavoritkan beberapa penyiar, dalam arti, misalnya, kehadiran suara mereka bagaikan “penyembuh” khususnya di kala saya mengalami saat-saat yang sulit dalam fase-fase kehidupan saya.
Di bawah ini beberapa yang sempat saya kenang saat ini. Maaf, kalau tidak sistematis penyampaiannya, karena hanya menuliskan poin-poin yang sempat teringat dan saya juga agak mengantuk:
Nor Pud Binarto. Orang ini boleh dikata penyiar yang tidak lazim, berada di luar mainstream. Secara tidak sengaja, waktu itu mungkin (kira-kira) tahun 2000-an jam 11-an malam, saya mulai mengenal penyiar ini sejak mendengar Bung Nor Pud memutar lagu “Putih… Putih… Melati… Mekar… di Tamansari ….” (Melati Suci) yang dinyanyikan Mbak Tika Bisono. Apa yang dilakukan Nor Pud malam-malam saat itu adalah membahas lagu ini dan Ibu Fat (istri Bung Karno) dengan bendera merah-putih yang dirajut beliau. What? “Nggak salah neh…?!” saya pikir waktu itu. Ya, tidak biasa saja. Ternyata selama beberapa waktu yang panjang, memang Nor Pud menjadi “penyiar tunggal” radio ini. Konten bicaranya filosofis. Kalau pendengar tidak “nyambung”, jangan harap bisa 1 menit saja bertahan berbicara dengan orang ini via sambungan telepon. Acara tiap sorenya, kalau tidak salah, namanya Portofolio, membahas kehidupan masyarakat Jakarta. Saya belajar banyak tentang pemikiran filsafat yang teraktualkan dari beliau. Radio tempat penyiar ini berkarya adalah Jakarta News FM. Saya rasa, tidak ada LSM, khususnya di Jakarta, yang tidak tahu radio ini pada waktu itu, karena konsen radio ini terhadap kehidupan orang kecil dan sisi-sisi “lain” dari kehidupan (Wardah Hafidz dari UPC cukup sering dikontak kalau ada masalah kehidupan orang kecil di Jakarta). Pokoknya, radio ini “aneh” betul, deh (saya kagum). Pernah menjelang hari lahir Pancasila, radio ini memutar sejumlah rekaman pidato Bung Karno hampir seharian, berikut pengupasan-pengupasannya. Kaset dan CD kompilasinya juga dijual (nampaknya dengan ijin), dan hasilnya untuk kepentingan rakyat kecil. Saya juga masih ingat ketika Nor Pud punya homepage pertama kali dengan alamat http://norpud.4t.com Anda yang sering main web seperti saya, pasti tahu bahwa 4t.com itu layanan free hosting biasa saja. Namun, Nor Pud dalam penjelasannya waktu itu memaknai “4t” itu sebagai “empati” (Kata beliau, “Maksudnya, mau saya bikin empati.”). Luar biasa Yang saya ingat juga, waktu itu tiap Rabu malam, kalau tidak salah ingat, di radio ini ada siaran musik klasik. Pembawa acaranya tidak sembarangan: Anggito Abimanyu, (sekarang) pejabat tinggi Depkeu itu, ditemani Nor Pud (lagi), tentu saja. Berkat acara Pak Anggito inilah saya mengenal karya-karya komposer Felix Mendelssohn. Tokoh lain lagi yang juga jadi pengisi acara radio ini adalah Ratna Sarumpaet (tiap Sabtu pagi; sayang sekali kemudian ada konflik antara Ratna dengan Jaknews, yang tidak perlu saya perpanjang di sini). Nama acaranya, “Sabtu Pagi bersama Ratna Sarumpaet“. Juga ada almarhum Dono, dengan lawakan dan komentar kritisnya tentang kehidupan berbangsa. Sampai meninggalnya, Dono masih mengisi acara ini; pemakamannya disiarkan langsung oleh Jakarta News FM. Saya juga mengenal grup band legendaris CHASEIRO (Chandra Darusman & Friends) juga dari radio ini, “Pemuda ke mana langkahmu menuju? Apa yang membuat engkau ragu..?” hahaha, berkat Nor Pud, dkk. Diskusi-diskusi filosofis Bung Nor Pud dilakukan antara lain dengan Komaruddin Hidayat, Mudjisoetrisno, Gde Prama, Desi Anwar, dll; tentang Korupsi, Kematian, Cinta, dll. Kemudian Nor Pud menghilang setelah gencar-gencarnya Jakarta News FM siaran tentang banjir 2001…. Sekitar tahun berapa, saya lupa, tidak sengaja pula, saya ketemu lagi dengan suara Nor Pud Binarto di Radio Suara Metro 911, namun tentu saja lingkungan radionya berbeda dengan Jakarta News FM. Juga kemudian menghilang. By the way, siapa perempuan yang menjadi idaman Nor Pud… Saya ingat sekali beliau selalu bilang, “Desi Ratnasari, kalau nggak, Jeneffir Lopez”, hehehe. Nor Pud kini telah tiada, namun beberapa jejak pemikirannya masih tersimpan.Verba volant, scripta manent!
Bob Iskandar. Tidak ada pendengar lama Delta FM yang tidak kenal dengan Bob Iskandar. Penyiar ini selalu menemani kita dengan suara khas baritonnya yang renyah dan asyik tiap malam dengan sajian lagu-lagu oldies terpilih, baik pop maupun jazz. Tidak akan terlupakan oleh saya, cara beliau mengucapkan kata-kata, “Halo pendengar Delta, saya Bob Iskandar ….” “Delta FM, the bright side of Jakarta“. Des Alwi (sejarawan) cukup sering disapanya. Memang, cukup banyak tokoh penting di Indonesia yang saya duga menjadi pendengar setia siarannya Bung Bob Iskandar ini. Beliau mengakhiri siarannya sekitar tahun 2005 atau 2006, kalau saya tidak salah mengingat, dan saya juga sempat merekam dengan handphone (format AMR) kata-kata siaran beliau yang terakhir. Sedih juga, setelah cukup lama malam saya ditemani oleh Bung Bob Iskandar ini. I miss you, Bung Bob! Siaran terakhir Bob Iskandar di Delta FM, saya rekam dalam Chirbit.
Mega “Andromeda“. Ingat Mega Andromeda, ingat radio Ramako FM, yang dulu masih berfrekuensi di FM 106.15. Biasanya Mega Andromeda ini siaran tiap Minggu pagi. Yang terkesan oleh saya adalah suaranya yang sangat lembut dan sangat ramah. Nama asli beliau seingat saya: Megawati Sri. “Andromeda” adalah nama benda langit yang memang dikenakan pada nama belakang setiap penyiarnya, misalnya: Martin Mars, Jim Jupiter, Casey Comet, Gary Galaxy. Just for your info, Bayu Sutiono yang terkenal lewat Liputan 6 SCTV ini adalah si “Martin Mars”. Saya juga baru tahu ketika tahun 2000-berapa, gitu, saya lupa, ada acara ulangtahun Radio Ramako, di mana penyiar-penyiar veterannya diajak bersiaran di Ramako seharian. Kembali ke Mega, acara yang sering dibawakannya tiap Minggu pagi adalah “Sunday’s Love Songs“. Waktu siaran beliau tergolong singkat dibandingkan penyiar lain, saya ingat betul, tetapi suaranya yang ramah dan “sexy” (bukan dalam pengertian menggoda, melainkan atraktif namun anggun) dan kata-katanya itu, lho, yang bikin betah dengerinnya. Siaran Mega ini, kesan saya, “berbeda” dengan penyiar Ramako lainnya. Kalau Anda pendengar radio Ramako, Anda pasti menyadari bahwa terdapat sebagian besar penyiar yang siarannya “mekanistis” mempunyai warna siaran yang seragam. Tetapi, Mega “beda”. Setidaknya saya mengalami, beliau bisa menjalin kontak batin dengan pendengar, bukan hanya “melaksanakan pekerjaan”. Kalau di radio Sonora, perbandingannya mungkin dengan penyiar Eddie Dipo, yang gaya siarannya “beda” dengan penyiar lain selingkung (apalagi waktu dulu).
Nadia Ardiwinata. Ingat Nadia Ardiwinata… ingat radio, apa, ayooo??? Yup! Smart FM. Penyiar ini bersuara lantang, bersemangat, suka nemenin siarannya Andre Wongso serta Ibu Dewi Minangsari. Pertama kali saya dengar suara Mbak Nadia ini di Smart FM ketika beliau menghantar dongeng legenda Psyche. Menurut saya, orangnya smart, jadi cocoklah sesuai dengan nama radionya. Partnernya waktu itu namanya Andi Odang. Sekitar tahun 2006 atau 2007, kedua penyiar ini hengkang dari Smart FM. Sempat juga saya kontak dengan Mbak Nadia beberapa hari setelah ia tidak lagi di SMART FM. Saya teringat Mbak Nadia waktu itu karena Mbak Nadia Ardiwinata menjadi narator dalam sebuah rangkaian drama radio kisah dari Negeri Tiongkok yang diputar di Radio Sonora FM setiap hari mulai pukul 00.30 WIB atau pukul 01.00. Setelah itu, saya hampir tidak mendengar suara Mbak Nadia lagi di radio. Mbak Nadia, where are you?
Katrin. Mbak Katrin ini bersiaran di radio Sonora FM. Waktu itu, perasaan saya juga belum begitu lama mendengar suara Mbak Katrin, baru kira-kira 6 bulan-an. Yang jelas, suara Mbak Katrin ini “baik banget”, deh. Biasanya Mbak Katrin bersiaran mulai dari pukul 00.00 WIB (kalau hari Senin, biasanya Minggu malamnya beliau juga menjadi penyiar acara “Irama Klasik Ringan/Musik Klasik Sonora“) sampai pagi pukul 05.00. Coba tanyakan saja para pendengar Sonora yang suka mendengar radio ini pada dini hari sampai pagi di acara “Sahabat Setia“; pasti mayoritas mengetahui Mbak Katrin. Lagi-lagi, sebagaimana Bob Iskandar, saya juga sempat mendengar siaran terakhir Mbak Katrin (lupa tahun berapa, mungkin 2007 atau 2008). Sekarang di radio Sonora, masih ada Tasya dan Lani yang juga menjadi favorit pendengar.
John Adiguna, Hairil Chandra, Adrian Majid Kobat, Edi Junaidi. Wah kok banyak amat? Mereka ini adalah para penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat. Sekitar tahun 1994-1999 bahkan 2000-an, saya masih suka mendengar siaran RRI dini hari, di mana konten acaranya berbeda jauh dengan konten acara sekarang. Waktu itu RRI I merupakan segelintir radio yang siaran 24 jam. Sonora waktu tahun-tahun awal itu hanya siaran sampai dengan pukul 24 (kecuali malam Minggu). Radio yang siaran sampai dengan agak pagi (sampai pukul 01.0o) adalah Kiss FM dan Radio Arief Rahman Hakim (ARH) FM serta RRI Pro 2 FM, baru kemudian disusul oleh Cakrawala dengan siaran 24 jamnya. RRI waktu tahun 1990-an masih didominasi oleh acara kirim-kirim salam antar pendengar. Tiap pukul 00.00 WIB setelah siaran berita, “Radio Republik Indonesia dengan siaran berita. Sari berita penting ….”, adalah acara Renungan Pagi dengan puisi agamis oleh Rosdiana. Sekitar pukul 02.00 ada siaran khusus TNI, yang nama acaranya “Derap Anjangsana“. Saya masih ingat betul suara-suara khas dari keempat penyiar di atas. Ada John Adiguna, yang saya ingat pernah membawakan renungan mengenai “Waktu Terbaik” kita yang hanya dua jam setiap hari. Juga masih ingat Edi Junaedi selama 1-2 jam membawa dan menceritakan kisah-kisah di balik lagu-lagu The Beatle. Teringat juga, saya mengenal dan mulai menyukai sejumlah lagu Ismail Marzuki dan lagu-lagu keroncong karena disiarkan oleh Haeril Chandra (yang bila tertawa, renyah abisss). Serta Adrian Majid Kobat yang suka berbalas pantun Melayu dengan pendengar yang meneleponnya. Malam Minggu biasanya mereka semua tidak siaran. Mengapa? Karena RRI menyiarkan acara Wayang Semalam Suntuk dan disusul lagu dangdut, dan pada Minggu pagi-nya sekitar pukul 05.30 atau 06.00 bergemalah suara khas Tedjo Sumarto, Sarjana Hukum, penyiar acara Forum Negara Pancasila, tempat orang bertanya tentang Pancasila dan aktualisasinya (waktu itu masih periode Orde Baru; salah satu penanya adalah sahabat saya, Chatrin Pandrya, dkk ).
Ida Arimurti. Penyiar ini juga penyiar Delta FM, seperti Oom Bob Iskandar. Belum lama juga saya mendengarnya, sekitar 2007/2008 yang lalu, namun rupanya sangat melekat di hati pendengar. Sekarang, Ida Arimurti dapat kita lihat wajahnya di sebuah acara Metro TV, “Delapan Puluh”. Suaranya terkenal merdu menemani penduduk Jakarta, diantaranya, sore hari saat jam pulang kantor. Juga, saya sempat mendengar siaran terakhir dari Ida Arimurti, yang konon sudah 25 tahun eksis di udara sebagai penyiar. Ingat “Ida – Krisna Show“?, “Ida Arimurti and Friends Show“?
Saya hanya mendeskripsikan pengalaman saya di sini. Tidak ada analisis apapun. Anda sekarang mengetahui, mengapa saya sangat “mencintai” mereka, dan merasa kehilangan dan “merindukan” mereka selalu.
Saya akhiri lagu ini dengan syair lagu Bimbo, sebagai berikut:
Balada Seorang Penyiar (Bimbo)
Tiada lembah tiada gunung Tiada kota tiada dusun Suaramu terdengar merayu Mengantarkan lagu-lagu
Baik siang maupun malam Baik suka maupun duka Kau arungi gelombang suara Kau hampiri pendengarmu
Memang
sudah waktunya, di era Sains Terbuka (Open Science) ini, hal-hal yang
tidak perlu “ditutup”, ya, dibuka saja, seperti misalnya nama Penyunting
Penelaah / Mitra Bestari / Reviewer untuk tiap-tiap artikel yang di-review.
Hal ini sudah diterapkan pada Jurnal Frontiers in Psychology.
Berikut ini adalah contoh penampakannya:
Lebih
bagus lagi jika menerapkan Open Peer Review (Penelaahan
Terbuka).
Panduan
Layanan Psychological First Aids (PFA)/Pertolongan Psikologis
Pertama — Jarak Jauh
*Adaptasi
berbahasa Indonesia untuk konteks Indonesia oleh Himpunan Psikologi Indonesia
(HIMPSI) atas dokumen, sbb: Copyrighted material with permission of IFRC (2020): IFRC (International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies) Reference Centre for
Psychosocial resources. Remote Psychological First Aid during the COVID-19
outbreak. Interim guidance — March 2020. Retrieved from: https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/IFRC-PS-Centre-Remote-Psychological-First-Aid-during-a-COVID-19-outbreak-Interim-guidance.pdf .
Penerjemah/Translator (31 Mar. 2020): Dr. Seger Handoyo (Ketua Umum
Himpunan Psikologi Indonesia) dan Dr. Juneman Abraham (Ketua Kompartemen Riset
dan Publikasi, Himpunan Psikologi Indonesia).
Tim
Sains Terbuka Indonesia turut berpartisipasi dalam Jon Tenants Memorial
Day, pada 9 April 2021.
Sumber
presentasi Set Them Free: http://bit.do/SetThemFree
Saya
menyampaikan pandangan tentang warisan Jon Tennant, sebagai berikut:
Thank
you, Erwin.
Hi
friends! I am Juneman Abraham.
I am
the Head of Research & Publication Division of the Indonesian Psychological
Association,
I am
also an Associate Professor of Social Psychology at Bina Nusantara University
in Jakarta, Indonesia
Jon was
an advocate of open science who, paradoxically and interestingly, constantly
did self-criticism of the concept and movement of open science.
The
open science that he formed, developed, and socialized is a true open
science, which is beautifully protected from the “counterfeit open
science”-deriving from current practices of neoliberalism.
Let us
reflect on one of his last articles entitled Fixing the Crisis State of
Scientific Evaluation. One of his most important legacy is his political
insistence that we need to “police the police”, we need to “police the metric
vendors” by imposing our own regulation to them — based on
what we value most about science and society.
He also
strongly reminds us to approach the knowledge economy differently by
fostering a more compassionate, dialogical, catch-all, and
bullying-free research culture.
Materi
berikut ini saya terima dari Prof. Sundani Nurono pada Jumat, 2 April 2021,
dalam acara penyampaian filosofi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Eksposur
Prof. Sundani mengenai posisi seharusnya Pengabdian kepada Masyarakat (PkM)
dalam Perguruan Tinggi sangat saya apresiasi, hingga saya unggah di YouTube
berupa Video di bawah ini.
Prof.
Sundani dari Institut Teknologi Bandung merupakan Pembina PKM yang sangat saya
segani sejak saya mengikuti BIMTEK PKM tahun 2018 di Universitas Bina Darma, Palembang.
Paparan
Prof. Sundani tampaknya senada dengan paparan Prof. Enoch Markum dari
Universitas Indonesia, dalam Twitter berikut ini; hanya saja, perspektif kedua
Guru Besar ini memiliki kekhasan masing-masing. Yang menarik, Prof. Sundani
menggunakan dimensi spiritualitas dalam menjelaskan gejala
yang beliau prihatinkan — yang beliau sebut sebagai “Demam Sangkar
Tridarma Perguruan Tinggi”.
Di
samping itu, beliau menggunakan perspektif antar/inter (between) bidang
Tridarma untuk “menekan” riset masuk ke Pengabdian kepada Masyarakat (Beliau
mensugesti agar Darma Pengabdian kepada Masyarakat — Mercusuar-nya
Perguruan Tinggi — diperbesar menjadi minimal 30%).
Hal ini
dapat melengkapi masukan-masukan Tim Sains Terbuka Indonesia selama ini yang
terfokus pada intra (within)
darma Riset dan Publikasi.
Aksi-aksi between dan within bidang-bidang
Tridarma ini patut menjadi sebuah gerakan bersama, tidak lain untuk
meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui lembaga pendidikan
tinggi. By the way, pendekatan berbasis antar/inter-Tridarma
sebenarnya juga sudah saya ungkapkan dalam acara Rock The Talk: Sejalan
dengan “hukum kekekalan energi”, jika satu darma menyusut, ia pasti
menggelembung di darma yang lain. Sebaliknya bisa terjadi, bila
seorang dosen sedang kurang performed dalam riset, boleh
jadi — biasanya — ia performed dalam
Pengembangan Masyarakat atau “ComDev” (community development), yang di
Universitas Bina Nusantara terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu (1)
Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang tak berbayar, dan (2) Pelayanan
Profesional kepada Masyarakat (Professional service)
yang berbayar.
Materi
kedua dan ketiga berikut ini saya peroleh dari seorang rekan di WhatsApp
Group Neuronesia, pada 4 April 2021. Apakah Anda dapat
menemukan benang merah dari ketiga materi ini?
Bagaimana
jika resonansi semakin kuat, karena pada 30 Maret 2021, kami juga telah
menerbitkan sebuah tulisan, yang menekankan hal senada?
Mengenai
kepengaran karya ilmiah/karil, saya bicarakan pada 20 Januari 2021. Saya
menyampaikan tentang perbedaan (dan juga irisan) antara Authorship dan Contributorship. Bahwa
belum adanya kesepakatan akan hal ini akan menimbulkan “kekacauan” dalam dunia
akademik kita; sampai-sampai seorang kolaborator dapat bertukar
posisi dengan seorang plagiator.
Pada 23
Desember 2020, saya berbicara dalam sebuah forum bertajuk Darurat
Plagiat. Saya berbicara khusus mengenai apa dan bagaimana ANJANI (Anjungan
Integritas Akademik).
Berikut
adalah tautan materinya:
Ini
adalah flyer dari kegiatan ini:
Mengenai Integritas
Akademik, sebenarnya sudah saya bicarakan juga jauh hari sebelumnya,
sepanjang 2019, ketika mendapat penugasan dari Kementerian RistekDikti.
Berikut
ini adalah tautan materinya:
Di
samping itu, pada 3 Juli 2020, saya berbicara hal yang lebih luas lagi,
yakni Isu Etika dalam Penelitian, di mana saya menekankan
tentang pentingnya penyelesaian dilema etis secara rasional sebagai bagian dari
Pendidikan Etika.
Meeting Tim International Scientific CommitteeAssociation
of Behavioural Researchers on Asians/Africans (ABRA) atau
Persatuan Penyelidik-Penyelidik Perilaku Orang Asia/Africa, 16
Desember 2020.
The government’s rhetoric of Indonesian resurgence is one of economic and health recovery from the current disruptive pandemic. However, this rhetoric has not been matched in reality, as the recovery focus and fulfillment have been heavily slanted towards the economic sphere. There is a need for a policy which could sustainably alleviate both economic and […]
Sejarah Psikologi IndonesiaBelakangan ini, saya bereksperimen sederhana untuk menghasilkan sebuah narasi tentang sejarah Psikologi di Indonesia. Saya meminta Gemini AI untuk membuat narasi tersebut dengan melandaskan diri pada sumber-sumber terbuka di internet.Hasilnya adalah sebagai berikut: Psikologi di Indonesia Dalam Lintasan Sejarah [Sebuah Eksperimen dengan Generative AI]. Setidaknya ada tiga bagian tulisan mulai dari Perkembangan Psikologi […]
Sebagai dosen tidak tetap (adjunct lecturer) di School of Government and Public Policy — Indonesia (Sekolah Tinggi Kepemerintahan dan Kebijakan Publik), pada 4 Februari 2025, saya menguji (sekaligus membimbing) sebuah penelitian bertajuk Human-Centric Policy Evaluation of Jakarta Smart City Initiatives: Enhancing Citizen Engagement to Create Sustainable Public Service yang dilakukan oleh Muhammad Fibiyan Aflah.Semoga berkontribusi pada kebijakan kota […]
Sesuai dengan ketentuan Pemerintah bahwa Penilai Kinerja Dosen wajib memiliki Sertifikat/Sertifikasi (lulus ujian), pada 2024 yang lalu, saya telah menerima Sertifikat yang memuat NIRA (Nomor Induk Registrasi Asesor).Proses sertifikasinya sendiri berlangsung pada 2023; sertifikat terbit pada 3 September 2024.
Halo… Sudah lama saya tidak memutakhirkan isi blog di Medium ini.Perkenankan saya untuk menyampaikan sejumlah update kegiatan, di samping yang saya sampaikan di http://juneman.blog.binusian.org dan http://juneman.mePada 30 April 2024, saya menerima kunjungan Prof. Xu Baofeng dari Beijing Language Culture University, yang juga merupakan Ketua World Council of Sinologists (Chinese Studies).Pada 3 April 2024 (pagi), saya dan […]
Pada 28 Agustus 2023, saya melaksanakan aktivitas sebagai Asesor Kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Psikologi Indonesia/Badan Nasional Seertifikasi Profesi (LSP/BNSP).Kali ini saya meng-assess kompetensi asesi untuk skema Perancang dan Fasilitator Pengembangan Komunitas (PFPK).Asesmen diselenggarakan di Kantor Pusat LSP Psikologi Indonesia di Puri Bintaro, Tangerang Selatan.
Membahas diantaranya ethical clearance dan etika penggunaan kecerdasan buatan (OpenAI, seperti ChatGPT) dalam penulisan artikel ilmiah internasional. Diselenggarakan pada 21–22 Juli 2023 di Bogor oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Diktiristek, Kemdikbudristek, bekerjas ama dengan Universitas Pakuan.
“Pentingnya Standar Pendidikan dan Layanan Psikologi yang sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi sebagaimana juga diamanatkan oleh Hasil Kongres XIV HIMPSI Tahun 2022 tentang Isu-isu Strategis HIMPSI periode 2022–2026, maka dipandang penting membentuk Tim Ad Hoc yang bertugas untuk menyusun dan pengembangan standar tersebut.”
Sehubungan dengan upaya pencegahan bunuh diri di kalangan polisi, yang sudah menjadi akses pemberitaan publik, saya diperbantukan oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) kepada Kepolisian Negara RI dalam rangka penelitian pada tahun 2023.
Matching Fund — Manajemen KeuangannyaWorkshop Pengelolaan Keuangan untuk Program Matching Fund Kedaireka dari Kemendikbudristek, berlangsung pada 26 hingga 29 Januari 2023.
Coba bayangkan situasi ini : Anda ingin menilai kemampuan seorang koki. Mana yang lebih masuk akal : Langsung mencicipi hasil masakannya untuk merasakan sendiri kualitasnya, ataukah hanya melihat-lihat seberapa mewah dan terkenal restoran tempatnya bekerja? Tentu saja pilihan pertama yang lebih logis, bukan? Tapi anehnya, dunia akademik kita, yang disinyalir sebagian pihak sebagai “menara gading” […]
Dalam podcast di BINUS TV kali ini, saya membahas sisi-sisi psikologis dari pinjaman online khususnya Pinjol Ilegal. Apa saja yang perlu diantisipasi? Apa ciri-ciri orang yang lebih rentan? Apa peran komunitas? Ringkas saya bahas di podcast ini – The post Psikologi PINJOL : Sisi gelap, kalah mental; bagaimana kita keluar? appeared first on Juneman Abraham […]
Tak dapat dipungkiri, penggunaan AI untuk menulis dalam dunia apapun (dunia ilmiah, dunia copywriting marketing/bisnis, dunia jurnalis) semakin memarak. Apa potensinya? Apa yang harus kita jaga bersama? Saya membicarakannya di Lembaga Layanan DIKTI Wilayah III, khususnya penulisan ilmiah. Salah satunya, saya menekankan arti penting mengakui (acknowledging) secara transparan penggunaan AI – Sesuatu yang masih sangat […]
Bagaimana fenomena “Fantasi Sedarah” dilihat dari sudut pandang multidisiplin informatika dan psikologi? Apa hubungannya dengan self-censorship, chilling effect, culturally-sensitive Artificial Intelligence, responsible AI, serta etika dan hukum digital, juga Pendiri Facebook yang sempat meminta maaf? Simak bincang santai saya di sini! Salam PsikoInformatika! The post Fantasi Sedarah: Lensa PsikoInformatika appeared first on Juneman Abraham ~ […]
Sebagian dari kegiatan saya dapat disimak melalui situs web BINUS Research. Beberapa dari kegiatan tersebut adalah: Hadir sebagai Profesor Tamu dalam pengukuhan Prof. Dr. Bagus Takwin (Universitas Indonesia) – 8 Mei 2024. Testimoni saya untuk Prof. Dr. Bagus Takwin: Memperkuat Ekosistem Hilirisasi Riset Memperkuat Integritas Akademik dan Antikorupsi Membangun dan Menjaga Portofolio Riset Dosen BINUS […]
Siniar Binus Fostering and Empowering Society melalui Melawan Korupsi Ilmu. The post Prof Juneman: Berkarya Melalui Keilmuan & Moralitas Perjalanan Melawan Korupsi Ilmu appeared first on Juneman Abraham ~ psikolog sosial.
Pada 28 Mei 2024, saya membicarakan 4 poin tentang Kesehatan Jiwa/Kesehatan Mental di acara Berkas Kompas TV: Pada 3 Juni 2024, saya diundang DAAI TV untuk berbicara tentang Hari Lahir Pancasila, khususnya tentang kebijakan pembangunan: Apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila? Saya menyampaikan beberapa hasil riset tentang Psikologi Pancasila. Bahwa penting untuk menjadi teladan konkret […]
Perbincangan bersama Bivitri Susanti, dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, di Podcast BINUS TV, menyambut Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2024. The post Korupsi Ilmu dan Generasi yang Tersesat appeared first on Juneman Abraham ~ psikolog sosial.
Sejak 2019, saya membantu Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) sebagai Reviewer Jurnal Antikorupsi INTEGRITAS. Pada 27 Februari 2024, KPK mengadakan pertemuan dengan sejumlah mitra bestari di Surakarta untuk pengembangan jurnal ini. Jurnal ini memberikan basis ilmiah bagi pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Dari KPK hadir Wakil Ketua KPK, Dr. Nurul Ghufron, S.H., […]
Pada 7 Februari 2024, Juneman Abraham selaku Wakil Rektor – Riset dan Teknologi Transfer, BINUS University, menyampaikan eksposur tentang Kolaborasi dan Transformasi menuju E-Government pada Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Tangerang Tahun 2025. Kegiatan berlangsung di Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Secara khusus, Dr. Abraham menyampaikan seluk-beluk e-government berbasis […]