etika akademik

Pengumandahan atau Detasering: Fostering & Empowering Masyarakat Ilmiah

Di era pascapandemi, pengumandahan tidak lagi harus meninggalkan tanggung jawab utama di institusi sumber/asal (perguruan tinggi sumber/PERTISUM), melainkan dapat dilakukan secara hybrid dan sinergis dengan profesi primer dalam memberikan kepakaran kepada perguruan tinggi sasaran/PERTISAS. Hal ini tampak dalam pengalaman Dr. Juneman Abraham sepanjang bulan September hingga November 2022.

Pengumandahan 2022 ditujukan dalam rangka pemerataan kompetensi sampai menyentuh PT di daerah, atau dengan kata lain, fostering and empowering sesama peguruan tinggi, dalam hal ini Universitas Bojonegoro, Jawa Timur. Pertisas akan memiliki kapasitas yang baik dalam mendirikan dan mengelola jurnal ilmiah yang mampu menebar manfaat, baik kepada dosen, mahasiswa, maupun masyarakat luas.

Baca juga: Detasering: Menjadi Katalis dalam Memperbaiki Kualitas Pengelolaan Jurnal

Rancangan Permenristekdikti tentang Integritas Akademik: Sejumlah Catatan

Konteks:

  1. Pada Juli 2018, saya menemukan sebuah terusan: Calon Permenristekdikti 2018 tentang Integritas Akademik.
  2. Telah diterbitkan Permenristekdikti No. 57 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
  3. Akan terbitnya Buku Pedoman Etika dan Integritas Ilmiah pada tahun 2019 yang disusun berdasarkan COPE (Committee on Publication Ethics). (Informasi dari Dr. Lukman, Kasubdit Fasilitasi Jurnal Ilmiah, Kemristekdikti RI).

Komentar (hingga saat ini):

Pertama, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “Integritas Akademik adalah komitmen dalam bentuk perbuatan yang berdasarkan pada nilai kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.”

Kata “kewajaran” perlu memperoleh perhatian khusus.

Guna mempertajam maknanya, saya usulkan tiga hal:

  1. Memberikan definisi terhadap masing-masing nilai (value), yaitu kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab.
  2. Menuliskan padanan dalam bahasa Inggris pada Naskah Akademik atau Penjelasan Permenristekdikti ini. Misalnya: kejujuran (honesty), kredibilitas (credibility), kewajaran (?), kehormatan (?), tanggung jawab (responsibility). Tujuannya adalah agar semua pihak mempunyai rujukan yang bisa mempertajam pemaknaan terhadap istilah-istilah tersebut (misalnya, membuka kamus bahasa Inggris atau literatur berbahasa Inggris yang terkait).
  3. Dalam pengkajiannya, pembuat Naskah Akademik memberikan pertimbangan serius kepada UU No. 12/2012 Pendidikan Tinggi, Pasal 8 dan 9 tentang Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan.  Dalam Calon/rancangan Permenristekdikti tentang Integritas Akademik, tidak tampak satu kata pun tentang ketiga hal tersebut (Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan). Padahal, ihwal yang sangat rentan terancam dari sebuah “pasal karet” ( https://tirto.id/pasal-karet-di-indonesia-cEKU ) dalam konteks kehidupan akademik adalah ketiga hal tersebut. Bagaimana menjaga integritas akademik sekaligus menjamin tidak terganggunya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan? Siapakah yang mengaudit “penegak integritas”? Sebaiknya ada pasal khusus dalam Permenristekdikti yang secara eksplisit menyebutkan tentang jaminan itu. Suasana nasional mohon dijadikan masukan kontekstual juga:
    1. Kriminalisasi Ilmuwan Mengancam Kebebasan Akademik (Kompas, 9 April 2018) https://kompas.id/baca/utama/2018/04/09/kriminalisasi-ilmuwan-mengancam-kebebasan-akademik-2/
    2. Kebebasan Akademik Terancam (Kompas, 9 April 2018) https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20180409/281513636725782

Kedua, mengenai Kepengarangan yang tidak sah (Pasal 9), disebutkan bahwa:

Kepengarangan yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d meliputi:

  1. menggabungkan diri secara sukarela atau dengan paksaan sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan;
  2. menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan; dan/atau;
  3. menyuruh orang lain untuk membuat Karya Ilmiah  sebagai Karya Ilmiahnya tanpa memberikan kontribusi;

Usulan saya, sebagai berikut:

Pasal ini baru dapat diberlakukan setelah aturan turunannya jelas. Dalam dunia ilmiah, perdebatan mengenai “authorship” (siapa yang dapat disebut sebagai “author”) sangat luar biasa. Bahkan saya ingat sekali, Prof Toeti Heraty pernah menulis sebuah buku berjudul, “Hidup Matinya Sang Pengaranghttps://www.goodreads.com/book/show/2493856.Hidup_Matinya_Sang_Pengarang

Terkait hal ini, menurut hemat saya, budayawan wajib untuk dimintakan pendapatnya mengenai “authorship”.

Sehubungan jurnal ilmiah, terdapat sebuah dokumentasi yang terkait dengan hal ini: https://www.editage.com/insights/how-to-draft-the-authorship-contribution-statement

Saya cantumkan screenshoot-nya di bawah ini.

Usulan saya adalah agar Permenristekdikti mewajibkan agar setiap jurnal di Indonesia meminta untuk penulis mencantumkan keenam butir yang disebutkan dalam dokumentasi tersebut (misalnya di dalam bagian Acknowledgment/Pengakuan Kontribusi).

Dengan demikian, Permenristekdikti baru dapat menjadikan objek perkara “kepengarangan yang tidak sah” untuk setiap tindakan yang tidak dapat diklarifikasi keenamnya, pasca Permenristekdikti ini terbit.

Apabila kewajiban untuk membuat “contributorship statement” belum timbul, namun ada yang dikenai sangkaan “kepengarangan yang tidak sah”, maka hal ini bisa menjadi potensi kesewenangan dari pihak yang “mengadili” dan mengancam kebebasan akademik itu sendiri.

Hal ini juga berkenaan dengan waktu berlakunya pasal “kepengarangan yang tidak sah”, mengingat bahwa pada saat peraturan ini diproses atau berlaku, tentunya banyak artikel jurnal atau pun konferensi yang sudah dan/atau sedang diproses penerbitannya.

Ketiga, oleh karena adanya keragaman bidang ilmu & profesi, maka kode etik material & pengelolaan terbitan ilmiah seyogianya didesentralisasikan diskusi, pembuatan, dan kewenangan penegakannya kepada komunitas/asosiasi ilmu/profesi serta (apabila ada) komunitas & asosiasi pengelola jurnal terkait. Konsekuensinya:

  • Diskusi intensif perlu dilakukan secara grounded, bottom-up dengan pelibatan sebanyak mungkin pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
  • Etika dan kode etik jelas Bukan hukum (law). Konsensus dan penanganan/treatment mengenainya (hal-hal etis) perlu sangat berhati-hati. Prinsip kehati-hatian ini justru agar marwah & integritas ilmu/profesi itu sendiri terjaga.

Keempat, penyelesaian Buku Pedoman Etis Integritas Akademik hendaknya sabar mananti dan mencermati masukan-masukan dari masyarakat Indonesia sendiri, agar tidak terkesan menjadi projek ‘gebyah uyah’, diantaranya yang akan disampaikan melalui:

 

Call for papers – Academic integrity in Indonesia: Building on 20 years of progress
New Content Item​​​​​​​

Edited by:
Ide Bagus Siaputra, Center for Lifelong Learning, Faculty of Psychology, Universitas Surabaya, Indonesia

Tracey Bretag, University of South Australia Business School, Australia

Since 1999, the Directorate General of Higher Education in Indonesia has been aware of various cases of academic misconduct, prompting the government to proclaim the importance of misconduct prevention in order to increase the quality of education while maintaining academic integrity. In 2010, the Ministry of National Education Regulation (MNER) announced regulations on plagiarism prevention and control in higher education. Unfortunately, to date these regulations have had little effect on the prevention and eradication of academic misconduct; nor has practical direction and guidance been provided in relation to scientific publication ethics.

Over the last two decades there have been numerous changes and developments in the area of scientific publication in Indonesia. Up until 2018, more than 51,000 scientific journals (with ISSN) have been established in Indonesia, but only around 2,000 of these are indexed in SINTA (Science and Technology Index). The spike in scientific publication coincided with an increase in academic integrity violations (plagiarism, contract cheating, publication in predatory journals and/or conferences, manipulation of citations via ‘cartels’).

Looking to the future, there are several strategic efforts planned to promote academic integrity in Indonesia. These include organizing scientific activities attended by key stakeholders, the publication of an academic integrity guidebook and the development of new regulations by the Ministry of Research, Technology, and Higher Education.

This Call for Papers aims to gather contributions from Indonesian researchers, authors, and editors – and also other parties that are involved in research in the Indonesian context – in order to start a national campaign in Indonesia to address malpractice and fraud in academic publication. This thematic collection welcomes contributions that are empirical, theoretical or case studies and which address any of the following topics:

  • academic integrity training for undergraduate students
  • plagiarism at all levels
  • research training (for students and academics)
  • the impact of pressures to publish
    supervisory relationships and abuses of power
  • research integrity guidelines – national and institutional
  • ethics approval and complianc
  • data collection, management and reporting
  • conflicts of interes
  • corruption
  • authorship
  • citation practices
  • peer review
  • indexing and accreditation of journals
    predatory journals

Authors are advised to provide new insight and recommendation for further action.

Deadline for submission: 31st July 2019