Pada Juli 2018, saya menemukan sebuah terusan: Calon Permenristekdikti 2018 tentang Integritas Akademik.
Telah diterbitkan Permenristekdikti No. 57 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Akan terbitnya Buku Pedoman Etika dan Integritas Ilmiah pada tahun 2019 yang disusun berdasarkan COPE (Committee on Publication Ethics). (Informasi dari Dr. Lukman, Kasubdit Fasilitasi Jurnal Ilmiah, Kemristekdikti RI).
Komentar (hingga saat ini):
Pertama, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “Integritas Akademik adalah komitmen dalam bentuk perbuatan yang berdasarkan pada nilai kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.”
Kata “kewajaran” perlu memperoleh perhatian khusus.
Guna mempertajam maknanya, saya usulkan tiga hal:
Memberikan definisi terhadap masing-masing nilai (value), yaitu kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab.
Menuliskan padanan dalam bahasa Inggris pada Naskah Akademik atau Penjelasan Permenristekdikti ini. Misalnya: kejujuran (honesty), kredibilitas (credibility), kewajaran (?), kehormatan (?), tanggung jawab (responsibility). Tujuannya adalah agar semua pihak mempunyai rujukan yang bisa mempertajam pemaknaan terhadap istilah-istilah tersebut (misalnya, membuka kamus bahasa Inggris atau literatur berbahasa Inggris yang terkait).
Dalam pengkajiannya, pembuat Naskah Akademik memberikan pertimbangan serius kepada UU No. 12/2012 Pendidikan Tinggi, Pasal 8 dan 9 tentang Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Dalam Calon/rancangan Permenristekdikti tentang Integritas Akademik, tidak tampak satu kata pun tentang ketiga hal tersebut (Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan). Padahal, ihwal yang sangat rentan terancam dari sebuah “pasal karet” ( https://tirto.id/pasal-karet-di-indonesia-cEKU ) dalam konteks kehidupan akademik adalah ketiga hal tersebut. Bagaimana menjaga integritas akademik sekaligus menjamin tidak terganggunya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan? Siapakah yang mengaudit “penegak integritas”? Sebaiknya ada pasal khusus dalam Permenristekdikti yang secara eksplisit menyebutkan tentang jaminan itu. Suasana nasional mohon dijadikan masukan kontekstual juga:
Kedua, mengenai Kepengarangan yang tidak sah (Pasal 9), disebutkan bahwa:
Kepengarangan yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d meliputi:
menggabungkan diri secara sukarela atau dengan paksaan sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan;
menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan; dan/atau;
menyuruh orang lain untuk membuat Karya Ilmiah sebagai Karya Ilmiahnya tanpa memberikan kontribusi;
Usulan saya, sebagai berikut:
Pasal ini baru dapat diberlakukan setelah aturan turunannya jelas. Dalam dunia ilmiah, perdebatan mengenai “authorship” (siapa yang dapat disebut sebagai “author”) sangat luar biasa. Bahkan saya ingat sekali, Prof Toeti Heraty pernah menulis sebuah buku berjudul, “Hidup Matinya Sang Pengarang” https://www.goodreads.com/book/show/2493856.Hidup_Matinya_Sang_Pengarang
Terkait hal ini, menurut hemat saya, budayawan wajib untuk dimintakan pendapatnya mengenai “authorship”.
Usulan saya adalah agar Permenristekdikti mewajibkan agar setiap jurnal di Indonesia meminta untuk penulis mencantumkan keenam butir yang disebutkan dalam dokumentasi tersebut (misalnya di dalam bagian Acknowledgment/Pengakuan Kontribusi).
Dengan demikian, Permenristekdikti baru dapat menjadikan objek perkara “kepengarangan yang tidak sah” untuk setiap tindakan yang tidak dapat diklarifikasi keenamnya, pasca Permenristekdikti ini terbit.
Apabila kewajiban untuk membuat “contributorship statement” belum timbul, namun ada yang dikenai sangkaan “kepengarangan yang tidak sah”, maka hal ini bisa menjadi potensi kesewenangan dari pihak yang “mengadili” dan mengancam kebebasan akademik itu sendiri.
Hal ini juga berkenaan dengan waktu berlakunya pasal “kepengarangan yang tidak sah”, mengingat bahwa pada saat peraturan ini diproses atau berlaku, tentunya banyak artikel jurnal atau pun konferensi yang sudah dan/atau sedang diproses penerbitannya.
Ketiga, oleh karena adanya keragaman bidang ilmu & profesi, maka kode etik material & pengelolaan terbitan ilmiah seyogianya didesentralisasikan diskusi, pembuatan, dan kewenangan penegakannya kepada komunitas/asosiasi ilmu/profesi serta (apabila ada) komunitas & asosiasi pengelola jurnal terkait. Konsekuensinya:
Diskusi intensif perlu dilakukan secara grounded, bottom-up dengan pelibatan sebanyak mungkin pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Etika dan kode etik jelas Bukan hukum (law). Konsensus dan penanganan/treatment mengenainya (hal-hal etis) perlu sangat berhati-hati. Prinsip kehati-hatian ini justru agar marwah & integritas ilmu/profesi itu sendiri terjaga.
Keempat, penyelesaian Buku Pedoman Etis Integritas Akademik hendaknya sabar mananti dan mencermati masukan-masukan dari masyarakat Indonesia sendiri, agar tidak terkesan menjadi projek ‘gebyah uyah’, diantaranya yang akan disampaikan melalui:
Call for papers – Academic integrity in Indonesia: Building on 20 years of progress New Content Item
Tracey Bretag, University of South Australia Business School, Australia
Since 1999, the Directorate General of Higher Education in Indonesia has been aware of various cases of academic misconduct, prompting the government to proclaim the importance of misconduct prevention in order to increase the quality of education while maintaining academic integrity. In 2010, the Ministry of National Education Regulation (MNER) announced regulations on plagiarism prevention and control in higher education. Unfortunately, to date these regulations have had little effect on the prevention and eradication of academic misconduct; nor has practical direction and guidance been provided in relation to scientific publication ethics.
Over the last two decades there have been numerous changes and developments in the area of scientific publication in Indonesia. Up until 2018, more than 51,000 scientific journals (with ISSN) have been established in Indonesia, but only around 2,000 of these are indexed in SINTA (Science and Technology Index). The spike in scientific publication coincided with an increase in academic integrity violations (plagiarism, contract cheating, publication in predatory journals and/or conferences, manipulation of citations via ‘cartels’).
Looking to the future, there are several strategic efforts planned to promote academic integrity in Indonesia. These include organizing scientific activities attended by key stakeholders, the publication of an academic integrity guidebook and the development of new regulations by the Ministry of Research, Technology, and Higher Education.
This Call for Papers aims to gather contributions from Indonesian researchers, authors, and editors – and also other parties that are involved in research in the Indonesian context – in order to start a national campaign in Indonesia to address malpractice and fraud in academic publication. This thematic collection welcomes contributions that are empirical, theoretical or case studies and which address any of the following topics:
academic integrity training for undergraduate students
plagiarism at all levels
research training (for students and academics)
the impact of pressures to publish
supervisory relationships and abuses of power
research integrity guidelines – national and institutional
ethics approval and complianc
data collection, management and reporting
conflicts of interes
corruption
authorship
citation practices
peer review
indexing and accreditation of journals
predatory journals
Authors are advised to provide new insight and recommendation for further action.
Pada Juli 2018, saya menemukan sebuah terusan: Calon Permenristekdikti 2018 tentang Integritas Akademik.
Telah diterbitkan Permenristekdikti No. 57 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Akan terbitnya Buku Pedoman Etika dan Integritas Ilmiah pada tahun 2019 yang disusun berdasarkan COPE (Committee on Publication Ethics). (Informasi dari Dr. Lukman, Kasubdit Fasilitasi Jurnal Ilmiah, Kemristekdikti RI).
Komentar (hingga saat ini):
Pertama, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “Integritas Akademik adalah komitmen dalam bentuk perbuatan yang berdasarkan pada nilai kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.”
Kata “kewajaran” perlu memperoleh perhatian khusus.
Guna mempertajam maknanya, saya usulkan tiga hal:
Memberikan definisi terhadap masing-masing nilai (value), yaitu kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab.
Menuliskan padanan dalam bahasa Inggris pada Naskah Akademik atau Penjelasan Permenristekdikti ini. Misalnya: kejujuran (honesty), kredibilitas (credibility), kewajaran (?), kehormatan (?), tanggung jawab (responsibility). Tujuannya adalah agar semua pihak mempunyai rujukan yang bisa mempertajam pemaknaan terhadap istilah-istilah tersebut (misalnya, membuka kamus bahasa Inggris atau literatur berbahasa Inggris yang terkait).
Dalam pengkajiannya, pembuat Naskah Akademik memberikan pertimbangan serius kepada UU No. 12/2012 Pendidikan Tinggi, Pasal 8 dan 9 tentang Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Dalam Calon/rancangan Permenristekdikti tentang Integritas Akademik, tidak tampak satu kata pun tentang ketiga hal tersebut (Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan). Padahal, ihwal yang sangat rentan terancam dari sebuah “pasal karet” ( https://tirto.id/pasal-karet-di-indonesia-cEKU ) dalam konteks kehidupan akademik adalah ketiga hal tersebut. Bagaimana menjaga integritas akademik sekaligus menjamin tidak terganggunya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan? Siapakah yang mengaudit “penegak integritas”? Sebaiknya ada pasal khusus dalam Permenristekdikti yang secara eksplisit menyebutkan tentang jaminan itu. Suasana nasional mohon dijadikan masukan kontekstual juga:
Kedua, mengenai Kepengarangan yang tidak sah (Pasal 9), disebutkan bahwa:
Kepengarangan yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d meliputi:
menggabungkan diri secara sukarela atau dengan paksaan sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan;
menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan; dan/atau;
menyuruh orang lain untuk membuat Karya Ilmiah sebagai Karya Ilmiahnya tanpa memberikan kontribusi;
Usulan saya, sebagai berikut:
Pasal ini baru dapat diberlakukan setelah aturan turunannya jelas. Dalam dunia ilmiah, perdebatan mengenai “authorship” (siapa yang dapat disebut sebagai “author”) sangat luar biasa. Bahkan saya ingat sekali, Prof Toeti Heraty pernah menulis sebuah buku berjudul, “Hidup Matinya Sang Pengarang” https://www.goodreads.com/book/show/2493856.Hidup_Matinya_Sang_Pengarang
Terkait hal ini, menurut hemat saya, budayawan wajib untuk dimintakan pendapatnya mengenai “authorship”.
Usulan saya adalah agar Permenristekdikti mewajibkan agar setiap jurnal di Indonesia meminta untuk penulis mencantumkan keenam butir yang disebutkan dalam dokumentasi tersebut (misalnya di dalam bagian Acknowledgment/Pengakuan Kontribusi).
Dengan demikian, Permenristekdikti baru dapat menjadikan objek perkara “kepengarangan yang tidak sah” untuk setiap tindakan yang tidak dapat diklarifikasi keenamnya, pasca Permenristekdikti ini terbit.
Apabila kewajiban untuk membuat “contributorship statement” belum timbul, namun ada yang dikenai sangkaan “kepengarangan yang tidak sah”, maka hal ini bisa menjadi potensi kesewenangan dari pihak yang “mengadili” dan mengancam kebebasan akademik itu sendiri.
Hal ini juga berkenaan dengan waktu berlakunya pasal “kepengarangan yang tidak sah”, mengingat bahwa pada saat peraturan ini diproses atau berlaku, tentunya banyak artikel jurnal atau pun konferensi yang sudah dan/atau sedang diproses penerbitannya.
Ketiga, oleh karena adanya keragaman bidang ilmu & profesi, maka kode etik material & pengelolaan terbitan ilmiah seyogianya didesentralisasikan diskusi, pembuatan, dan kewenangan penegakannya kepada komunitas/asosiasi ilmu/profesi serta (apabila ada) komunitas & asosiasi pengelola jurnal terkait. Konsekuensinya:
Diskusi intensif perlu dilakukan secara grounded, bottom-up dengan pelibatan sebanyak mungkin pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Etika dan kode etik jelas Bukan hukum (law). Konsensus dan penanganan/treatment mengenainya (hal-hal etis) perlu sangat berhati-hati. Prinsip kehati-hatian ini justru agar marwah & integritas ilmu/profesi itu sendiri terjaga.
Keempat, penyelesaian Buku Pedoman Etis Integritas Akademik hendaknya sabar mananti dan mencermati masukan-masukan dari masyarakat Indonesia sendiri, agar tidak terkesan menjadi projek ‘gebyah uyah’, diantaranya yang akan disampaikan melalui:
Call for papers – Academic integrity in Indonesia: Building on 20 years of progress New Content Item
Tracey Bretag, University of South Australia Business School, Australia
Since 1999, the Directorate General of Higher Education in Indonesia has been aware of various cases of academic misconduct, prompting the government to proclaim the importance of misconduct prevention in order to increase the quality of education while maintaining academic integrity. In 2010, the Ministry of National Education Regulation (MNER) announced regulations on plagiarism prevention and control in higher education. Unfortunately, to date these regulations have had little effect on the prevention and eradication of academic misconduct; nor has practical direction and guidance been provided in relation to scientific publication ethics.
Over the last two decades there have been numerous changes and developments in the area of scientific publication in Indonesia. Up until 2018, more than 51,000 scientific journals (with ISSN) have been established in Indonesia, but only around 2,000 of these are indexed in SINTA (Science and Technology Index). The spike in scientific publication coincided with an increase in academic integrity violations (plagiarism, contract cheating, publication in predatory journals and/or conferences, manipulation of citations via ‘cartels’).
Looking to the future, there are several strategic efforts planned to promote academic integrity in Indonesia. These include organizing scientific activities attended by key stakeholders, the publication of an academic integrity guidebook and the development of new regulations by the Ministry of Research, Technology, and Higher Education.
This Call for Papers aims to gather contributions from Indonesian researchers, authors, and editors – and also other parties that are involved in research in the Indonesian context – in order to start a national campaign in Indonesia to address malpractice and fraud in academic publication. This thematic collection welcomes contributions that are empirical, theoretical or case studies and which address any of the following topics:
academic integrity training for undergraduate students
plagiarism at all levels
research training (for students and academics)
the impact of pressures to publish
supervisory relationships and abuses of power
research integrity guidelines – national and institutional
ethics approval and complianc
data collection, management and reporting
conflicts of interes
corruption
authorship
citation practices
peer review
indexing and accreditation of journals
predatory journals
Authors are advised to provide new insight and recommendation for further action.
[ Refresh/Reload atau CTRL & F5 untuk memperoleh isi terbaru. Kunjungi juga http://juneman.medium.com dan http://junemanblog.wixsite.com/blog ]
Rancangan Permenristekdikti tentang Integritas Akademik: Sejumlah Catatan
Konteks:
Pada Juli 2018, saya menemukan sebuah terusan: Calon Permenristekdikti 2018 tentang Integritas Akademik.
Telah diterbitkan Permenristekdikti No. 57 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Akan terbitnya Buku Pedoman Etika dan Integritas Ilmiah pada tahun 2019 yang disusun berdasarkan COPE (Committee on Publication Ethics). (Informasi dari Dr. Lukman, Kasubdit Fasilitasi Jurnal Ilmiah, Kemristekdikti RI).
Komentar (hingga saat ini):
Pertama, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “Integritas Akademik adalah komitmen dalam bentuk perbuatan yang berdasarkan pada nilai kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.”
Kata “kewajaran” perlu memperoleh perhatian khusus.
Guna mempertajam maknanya, saya usulkan tiga hal:
Memberikan definisi terhadap masing-masing nilai (value), yaitu kejujuran, kredibilitas, kewajaran, kehormatan, dan tanggung jawab.
Menuliskan padanan dalam bahasa Inggris pada Naskah Akademik atau Penjelasan Permenristekdikti ini. Misalnya: kejujuran (honesty), kredibilitas (credibility), kewajaran (?), kehormatan (?), tanggung jawab (responsibility). Tujuannya adalah agar semua pihak mempunyai rujukan yang bisa mempertajam pemaknaan terhadap istilah-istilah tersebut (misalnya, membuka kamus bahasa Inggris atau literatur berbahasa Inggris yang terkait).
Dalam pengkajiannya, pembuat Naskah Akademik memberikan pertimbangan serius kepada UU No. 12/2012 Pendidikan Tinggi, Pasal 8 dan 9 tentang Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Dalam Calon/rancangan Permenristekdikti tentang Integritas Akademik, tidak tampak satu kata pun tentang ketiga hal tersebut (Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan). Padahal, ihwal yang sangat rentan terancam dari sebuah “pasal karet” ( https://tirto.id/pasal-karet-di-indonesia-cEKU ) dalam konteks kehidupan akademik adalah ketiga hal tersebut. Bagaimana menjaga integritas akademik sekaligus menjamin tidak terganggunya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan? Siapakah yang mengaudit “penegak integritas”? Sebaiknya ada pasal khusus dalam Permenristekdikti yang secara eksplisit menyebutkan tentang jaminan itu. Suasana nasional mohon dijadikan masukan kontekstual juga:
Kedua, mengenai Kepengarangan yang tidak sah (Pasal 9), disebutkan bahwa:
Kepengarangan yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d meliputi:
menggabungkan diri secara sukarela atau dengan paksaan sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan;
menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam Karya Ilmiah yang dipublikasikan; dan/atau;
menyuruh orang lain untuk membuat Karya Ilmiah sebagai Karya Ilmiahnya tanpa memberikan kontribusi;
Usulan saya, sebagai berikut:
Pasal ini baru dapat diberlakukan setelah aturan turunannya jelas. Dalam dunia ilmiah, perdebatan mengenai “authorship” (siapa yang dapat disebut sebagai “author”) sangat luar biasa. Bahkan saya ingat sekali, Prof Toeti Heraty pernah menulis sebuah buku berjudul, “Hidup Matinya Sang Pengarang” https://www.goodreads.com/book/show/2493856.Hidup_Matinya_Sang_Pengarang
Terkait hal ini, menurut hemat saya, budayawan wajib untuk dimintakan pendapatnya mengenai “authorship”.
Usulan saya adalah agar Permenristekdikti mewajibkan agar setiap jurnal di Indonesia meminta untuk penulis mencantumkan keenam butir yang disebutkan dalam dokumentasi tersebut (misalnya di dalam bagian Acknowledgment/Pengakuan Kontribusi).
Dengan demikian, Permenristekdikti baru dapat menjadikan objek perkara “kepengarangan yang tidak sah” untuk setiap tindakan yang tidak dapat diklarifikasi keenamnya, pasca Permenristekdikti ini terbit.
Apabila kewajiban untuk membuat “contributorship statement” belum timbul, namun ada yang dikenai sangkaan “kepengarangan yang tidak sah”, maka hal ini bisa menjadi potensi kesewenangan dari pihak yang “mengadili” dan mengancam kebebasan akademik itu sendiri.
Hal ini juga berkenaan dengan waktu berlakunya pasal “kepengarangan yang tidak sah”, mengingat bahwa pada saat peraturan ini diproses atau berlaku, tentunya banyak artikel jurnal atau pun konferensi yang sudah dan/atau sedang diproses penerbitannya.
Ketiga, oleh karena adanya keragaman bidang ilmu & profesi, maka kode etik material & pengelolaan terbitan ilmiah seyogianya didesentralisasikan diskusi, pembuatan, dan kewenangan penegakannya kepada komunitas/asosiasi ilmu/profesi serta (apabila ada) komunitas & asosiasi pengelola jurnal terkait. Konsekuensinya:
Diskusi intensif perlu dilakukan secara grounded, bottom-up dengan pelibatan sebanyak mungkin pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Etika dan kode etik jelas Bukan hukum (law). Konsensus dan penanganan/treatment mengenainya (hal-hal etis) perlu sangat berhati-hati. Prinsip kehati-hatian ini justru agar marwah & integritas ilmu/profesi itu sendiri terjaga.
Keempat, penyelesaian Buku Pedoman Etis Integritas Akademik hendaknya sabar mananti dan mencermati masukan-masukan dari masyarakat Indonesia sendiri, agar tidak terkesan menjadi projek ‘gebyah uyah’, diantaranya yang akan disampaikan melalui:
Call for papers – Academic integrity in Indonesia: Building on 20 years of progress New Content Item
Tracey Bretag, University of South Australia Business School, Australia
Since 1999, the Directorate General of Higher Education in Indonesia has been aware of various cases of academic misconduct, prompting the government to proclaim the importance of misconduct prevention in order to increase the quality of education while maintaining academic integrity. In 2010, the Ministry of National Education Regulation (MNER) announced regulations on plagiarism prevention and control in higher education. Unfortunately, to date these regulations have had little effect on the prevention and eradication of academic misconduct; nor has practical direction and guidance been provided in relation to scientific publication ethics.
Over the last two decades there have been numerous changes and developments in the area of scientific publication in Indonesia. Up until 2018, more than 51,000 scientific journals (with ISSN) have been established in Indonesia, but only around 2,000 of these are indexed in SINTA (Science and Technology Index). The spike in scientific publication coincided with an increase in academic integrity violations (plagiarism, contract cheating, publication in predatory journals and/or conferences, manipulation of citations via ‘cartels’).
Looking to the future, there are several strategic efforts planned to promote academic integrity in Indonesia. These include organizing scientific activities attended by key stakeholders, the publication of an academic integrity guidebook and the development of new regulations by the Ministry of Research, Technology, and Higher Education.
This Call for Papers aims to gather contributions from Indonesian researchers, authors, and editors – and also other parties that are involved in research in the Indonesian context – in order to start a national campaign in Indonesia to address malpractice and fraud in academic publication. This thematic collection welcomes contributions that are empirical, theoretical or case studies and which address any of the following topics:
academic integrity training for undergraduate students
plagiarism at all levels
research training (for students and academics)
the impact of pressures to publish
supervisory relationships and abuses of power
research integrity guidelines – national and institutional
ethics approval and complianc
data collection, management and reporting
conflicts of interes
corruption
authorship
citation practices
peer review
indexing and accreditation of journals
predatory journals
Authors are advised to provide new insight and recommendation for further action.
Memang
sudah waktunya, di era Sains Terbuka (Open Science) ini, hal-hal yang
tidak perlu “ditutup”, ya, dibuka saja, seperti misalnya nama Penyunting
Penelaah / Mitra Bestari / Reviewer untuk tiap-tiap artikel yang di-review.
Hal ini sudah diterapkan pada Jurnal Frontiers in Psychology.
Berikut ini adalah contoh penampakannya:
Lebih
bagus lagi jika menerapkan Open Peer Review (Penelaahan
Terbuka).
Panduan
Layanan Psychological First Aids (PFA)/Pertolongan Psikologis
Pertama — Jarak Jauh
*Adaptasi
berbahasa Indonesia untuk konteks Indonesia oleh Himpunan Psikologi Indonesia
(HIMPSI) atas dokumen, sbb: Copyrighted material with permission of IFRC (2020): IFRC (International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies) Reference Centre for
Psychosocial resources. Remote Psychological First Aid during the COVID-19
outbreak. Interim guidance — March 2020. Retrieved from: https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/IFRC-PS-Centre-Remote-Psychological-First-Aid-during-a-COVID-19-outbreak-Interim-guidance.pdf .
Penerjemah/Translator (31 Mar. 2020): Dr. Seger Handoyo (Ketua Umum
Himpunan Psikologi Indonesia) dan Dr. Juneman Abraham (Ketua Kompartemen Riset
dan Publikasi, Himpunan Psikologi Indonesia).
Tim
Sains Terbuka Indonesia turut berpartisipasi dalam Jon Tenants Memorial
Day, pada 9 April 2021.
Sumber
presentasi Set Them Free: http://bit.do/SetThemFree
Saya
menyampaikan pandangan tentang warisan Jon Tennant, sebagai berikut:
Thank
you, Erwin.
Hi
friends! I am Juneman Abraham.
I am
the Head of Research & Publication Division of the Indonesian Psychological
Association,
I am
also an Associate Professor of Social Psychology at Bina Nusantara University
in Jakarta, Indonesia
Jon was
an advocate of open science who, paradoxically and interestingly, constantly
did self-criticism of the concept and movement of open science.
The
open science that he formed, developed, and socialized is a true open
science, which is beautifully protected from the “counterfeit open
science”-deriving from current practices of neoliberalism.
Let us
reflect on one of his last articles entitled Fixing the Crisis State of
Scientific Evaluation. One of his most important legacy is his political
insistence that we need to “police the police”, we need to “police the metric
vendors” by imposing our own regulation to them — based on
what we value most about science and society.
He also
strongly reminds us to approach the knowledge economy differently by
fostering a more compassionate, dialogical, catch-all, and
bullying-free research culture.
Materi
berikut ini saya terima dari Prof. Sundani Nurono pada Jumat, 2 April 2021,
dalam acara penyampaian filosofi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Eksposur
Prof. Sundani mengenai posisi seharusnya Pengabdian kepada Masyarakat (PkM)
dalam Perguruan Tinggi sangat saya apresiasi, hingga saya unggah di YouTube
berupa Video di bawah ini.
Prof.
Sundani dari Institut Teknologi Bandung merupakan Pembina PKM yang sangat saya
segani sejak saya mengikuti BIMTEK PKM tahun 2018 di Universitas Bina Darma, Palembang.
Paparan
Prof. Sundani tampaknya senada dengan paparan Prof. Enoch Markum dari
Universitas Indonesia, dalam Twitter berikut ini; hanya saja, perspektif kedua
Guru Besar ini memiliki kekhasan masing-masing. Yang menarik, Prof. Sundani
menggunakan dimensi spiritualitas dalam menjelaskan gejala
yang beliau prihatinkan — yang beliau sebut sebagai “Demam Sangkar
Tridarma Perguruan Tinggi”.
Di
samping itu, beliau menggunakan perspektif antar/inter (between) bidang
Tridarma untuk “menekan” riset masuk ke Pengabdian kepada Masyarakat (Beliau
mensugesti agar Darma Pengabdian kepada Masyarakat — Mercusuar-nya
Perguruan Tinggi — diperbesar menjadi minimal 30%).
Hal ini
dapat melengkapi masukan-masukan Tim Sains Terbuka Indonesia selama ini yang
terfokus pada intra (within)
darma Riset dan Publikasi.
Aksi-aksi between dan within bidang-bidang
Tridarma ini patut menjadi sebuah gerakan bersama, tidak lain untuk
meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui lembaga pendidikan
tinggi. By the way, pendekatan berbasis antar/inter-Tridarma
sebenarnya juga sudah saya ungkapkan dalam acara Rock The Talk: Sejalan
dengan “hukum kekekalan energi”, jika satu darma menyusut, ia pasti
menggelembung di darma yang lain. Sebaliknya bisa terjadi, bila
seorang dosen sedang kurang performed dalam riset, boleh
jadi — biasanya — ia performed dalam
Pengembangan Masyarakat atau “ComDev” (community development), yang di
Universitas Bina Nusantara terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu (1)
Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang tak berbayar, dan (2) Pelayanan
Profesional kepada Masyarakat (Professional service)
yang berbayar.
Materi
kedua dan ketiga berikut ini saya peroleh dari seorang rekan di WhatsApp
Group Neuronesia, pada 4 April 2021. Apakah Anda dapat
menemukan benang merah dari ketiga materi ini?
Bagaimana
jika resonansi semakin kuat, karena pada 30 Maret 2021, kami juga telah
menerbitkan sebuah tulisan, yang menekankan hal senada?
Mengenai
kepengaran karya ilmiah/karil, saya bicarakan pada 20 Januari 2021. Saya
menyampaikan tentang perbedaan (dan juga irisan) antara Authorship dan Contributorship. Bahwa
belum adanya kesepakatan akan hal ini akan menimbulkan “kekacauan” dalam dunia
akademik kita; sampai-sampai seorang kolaborator dapat bertukar
posisi dengan seorang plagiator.
Pada 23
Desember 2020, saya berbicara dalam sebuah forum bertajuk Darurat
Plagiat. Saya berbicara khusus mengenai apa dan bagaimana ANJANI (Anjungan
Integritas Akademik).
Berikut
adalah tautan materinya:
Ini
adalah flyer dari kegiatan ini:
Mengenai Integritas
Akademik, sebenarnya sudah saya bicarakan juga jauh hari sebelumnya,
sepanjang 2019, ketika mendapat penugasan dari Kementerian RistekDikti.
Berikut
ini adalah tautan materinya:
Di
samping itu, pada 3 Juli 2020, saya berbicara hal yang lebih luas lagi,
yakni Isu Etika dalam Penelitian, di mana saya menekankan
tentang pentingnya penyelesaian dilema etis secara rasional sebagai bagian dari
Pendidikan Etika.
Meeting Tim International Scientific CommitteeAssociation
of Behavioural Researchers on Asians/Africans (ABRA) atau
Persatuan Penyelidik-Penyelidik Perilaku Orang Asia/Africa, 16
Desember 2020.
The government’s rhetoric of Indonesian resurgence is one of economic and health recovery from the current disruptive pandemic. However, this rhetoric has not been matched in reality, as the recovery focus and fulfillment have been heavily slanted towards the economic sphere. There is a need for a policy which could sustainably alleviate both economic and […]
Sejarah Psikologi IndonesiaBelakangan ini, saya bereksperimen sederhana untuk menghasilkan sebuah narasi tentang sejarah Psikologi di Indonesia. Saya meminta Gemini AI untuk membuat narasi tersebut dengan melandaskan diri pada sumber-sumber terbuka di internet.Hasilnya adalah sebagai berikut: Psikologi di Indonesia Dalam Lintasan Sejarah [Sebuah Eksperimen dengan Generative AI]. Setidaknya ada tiga bagian tulisan mulai dari Perkembangan Psikologi […]
Sebagai dosen tidak tetap (adjunct lecturer) di School of Government and Public Policy — Indonesia (Sekolah Tinggi Kepemerintahan dan Kebijakan Publik), pada 4 Februari 2025, saya menguji (sekaligus membimbing) sebuah penelitian bertajuk Human-Centric Policy Evaluation of Jakarta Smart City Initiatives: Enhancing Citizen Engagement to Create Sustainable Public Service yang dilakukan oleh Muhammad Fibiyan Aflah.Semoga berkontribusi pada kebijakan kota […]
Sesuai dengan ketentuan Pemerintah bahwa Penilai Kinerja Dosen wajib memiliki Sertifikat/Sertifikasi (lulus ujian), pada 2024 yang lalu, saya telah menerima Sertifikat yang memuat NIRA (Nomor Induk Registrasi Asesor).Proses sertifikasinya sendiri berlangsung pada 2023; sertifikat terbit pada 3 September 2024.
Halo… Sudah lama saya tidak memutakhirkan isi blog di Medium ini.Perkenankan saya untuk menyampaikan sejumlah update kegiatan, di samping yang saya sampaikan di http://juneman.blog.binusian.org dan http://juneman.mePada 30 April 2024, saya menerima kunjungan Prof. Xu Baofeng dari Beijing Language Culture University, yang juga merupakan Ketua World Council of Sinologists (Chinese Studies).Pada 3 April 2024 (pagi), saya dan […]
Pada 28 Agustus 2023, saya melaksanakan aktivitas sebagai Asesor Kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Psikologi Indonesia/Badan Nasional Seertifikasi Profesi (LSP/BNSP).Kali ini saya meng-assess kompetensi asesi untuk skema Perancang dan Fasilitator Pengembangan Komunitas (PFPK).Asesmen diselenggarakan di Kantor Pusat LSP Psikologi Indonesia di Puri Bintaro, Tangerang Selatan.
Membahas diantaranya ethical clearance dan etika penggunaan kecerdasan buatan (OpenAI, seperti ChatGPT) dalam penulisan artikel ilmiah internasional. Diselenggarakan pada 21–22 Juli 2023 di Bogor oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Diktiristek, Kemdikbudristek, bekerjas ama dengan Universitas Pakuan.
“Pentingnya Standar Pendidikan dan Layanan Psikologi yang sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi sebagaimana juga diamanatkan oleh Hasil Kongres XIV HIMPSI Tahun 2022 tentang Isu-isu Strategis HIMPSI periode 2022–2026, maka dipandang penting membentuk Tim Ad Hoc yang bertugas untuk menyusun dan pengembangan standar tersebut.”
Sehubungan dengan upaya pencegahan bunuh diri di kalangan polisi, yang sudah menjadi akses pemberitaan publik, saya diperbantukan oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) kepada Kepolisian Negara RI dalam rangka penelitian pada tahun 2023.
Matching Fund — Manajemen KeuangannyaWorkshop Pengelolaan Keuangan untuk Program Matching Fund Kedaireka dari Kemendikbudristek, berlangsung pada 26 hingga 29 Januari 2023.
Buku Putih Peta Jalan AI Indonesia secara keseluruhan belum berhasil membuat distingsi antara Etika AI dan Hukum AI. Saya mencoba menjelaskan dalam artikel berikut ini, AI Indonesia: Diatur oleh Etika atau Undang-undang, mengapa distingsi menjadi urgen dibutuhkan https://m.antaranews.com/berita/5030041/ai-indonesia-diatur-oleh-etika-atau-undang-undang?page=all , meskipun ada konsep regulatory sandbox. Tanpa distingsi, saya khawatir bukan hanya Regulasi AI Indonesia akan jalan di […]
Fenomena pengibaran bendera “One Piece” menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah. Bendera bajak laut ini menjadi simbol perlawanan kreatif dan representasi aspirasi rakyat yang merasa tidak didengar. Fenomena ini mengingatkan pada ucapan Bung Karno bahwa perjuangan di masa depan akan melawan bangsa sendiri. Pengibaran bendera ini menjadi cara unik untuk menyuarakan […]
Coba bayangkan situasi ini : Anda ingin menilai kemampuan seorang koki. Mana yang lebih masuk akal : Langsung mencicipi hasil masakannya untuk merasakan sendiri kualitasnya, ataukah hanya melihat-lihat seberapa mewah dan terkenal restoran tempatnya bekerja? Tentu saja pilihan pertama yang lebih logis, bukan? Tapi anehnya, dunia akademik kita, yang disinyalir sebagian pihak sebagai “menara gading” […]
Dalam podcast di BINUS TV kali ini, saya membahas sisi-sisi psikologis dari pinjaman online khususnya Pinjol Ilegal. Apa saja yang perlu diantisipasi? Apa ciri-ciri orang yang lebih rentan? Apa peran komunitas? Ringkas saya bahas di podcast ini – The post Psikologi PINJOL : Sisi gelap, kalah mental; bagaimana kita keluar? appeared first on Juneman Abraham […]
Tak dapat dipungkiri, penggunaan AI untuk menulis dalam dunia apapun (dunia ilmiah, dunia copywriting marketing/bisnis, dunia jurnalis) semakin memarak. Apa potensinya? Apa yang harus kita jaga bersama? Saya membicarakannya di Lembaga Layanan DIKTI Wilayah III, khususnya penulisan ilmiah. Salah satunya, saya menekankan arti penting mengakui (acknowledging) secara transparan penggunaan AI – Sesuatu yang masih sangat […]
Bagaimana fenomena “Fantasi Sedarah” dilihat dari sudut pandang multidisiplin informatika dan psikologi? Apa hubungannya dengan self-censorship, chilling effect, culturally-sensitive Artificial Intelligence, responsible AI, serta etika dan hukum digital, juga Pendiri Facebook yang sempat meminta maaf? Simak bincang santai saya di sini! Salam PsikoInformatika! The post Fantasi Sedarah: Lensa PsikoInformatika appeared first on Juneman Abraham ~ […]
Sebagian dari kegiatan saya dapat disimak melalui situs web BINUS Research. Beberapa dari kegiatan tersebut adalah: Hadir sebagai Profesor Tamu dalam pengukuhan Prof. Dr. Bagus Takwin (Universitas Indonesia) – 8 Mei 2024. Testimoni saya untuk Prof. Dr. Bagus Takwin: Memperkuat Ekosistem Hilirisasi Riset Memperkuat Integritas Akademik dan Antikorupsi Membangun dan Menjaga Portofolio Riset Dosen BINUS […]
Siniar Binus Fostering and Empowering Society melalui Melawan Korupsi Ilmu. The post Prof Juneman: Berkarya Melalui Keilmuan & Moralitas Perjalanan Melawan Korupsi Ilmu appeared first on Juneman Abraham ~ psikolog sosial.
Pada 28 Mei 2024, saya membicarakan 4 poin tentang Kesehatan Jiwa/Kesehatan Mental di acara Berkas Kompas TV: Pada 3 Juni 2024, saya diundang DAAI TV untuk berbicara tentang Hari Lahir Pancasila, khususnya tentang kebijakan pembangunan: Apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila? Saya menyampaikan beberapa hasil riset tentang Psikologi Pancasila. Bahwa penting untuk menjadi teladan konkret […]
Perbincangan bersama Bivitri Susanti, dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, di Podcast BINUS TV, menyambut Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2024. The post Korupsi Ilmu dan Generasi yang Tersesat appeared first on Juneman Abraham ~ psikolog sosial.