Menjelang Hari Buruh 1 Mei 2023, ramai berbagai diskusi tentang gagasan dosen membentuk kesadaran kolektif, solidaritas bersama dalam wujud Serikat Dosen, Serikat Pekerja Perguruan Tinggi, dan nama-nama lainnya.
Akan tetapi, bagaimana sebenarnya logika – dan yang terpenting – fakta hukum dari pembentukan serikat bagi para dosen?
Yang jelas, Dosen telah berserikat (bahkan ada lebih dari sembilan puluh serikat dosen), sehingga pertanyaan Perlukah dosen berserikat? sesungguhnya merupakan pertanyaan mundur atau kilas balik.
Contoh serikat pekerja dosen baik di tingkat nasional (sebut saja Serikat Dosen Indonesia) maupun di tingkat kampus yang disahkan Kementerian Tenaga Kerja (sebut saja Ikatan Karyawan Dosen dan Tenaga Kependidikan di Universitas Mercu Buana) juga sudah ada. Perlu dilihat juga keragaman jenis dosen, agar tidak pukul rata bahwa semua dosen adalah sama.
Berbagai kajian filosofis, sosiologis, dan legal/hukum pun telah tersedia dan kita tidak kekurangan.
Dalam twit saya, saya justru mengajak kita berefleksi mengenai sikap kita terhadap Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), karena justru ini yang sangat relevan ketika mendiskusikan serikat dosen.
Akan tetapi, di/ke manakah dosen dalam pembahasan RUU Sisidknas? Bahkan ada dosen yang menyatakan pembatalan program legislasi nasional prioritas RUU Sisdiknas sebagai berkah. Benarkah?
Dengan bergulirnya RUU Sisdiknas, justru kita memiliki kesempatan untuk mengujinya, termasuk melihat bagaimana pemosisian serikat dosen dalam ekosistem hidup dosen. Akan tetapi, dengan berhentinya proses RUU Sisdiknas, betulkah kita mensyukurinya?
BERITA BINUS : Mahasiswa Creative Advertising School of Design BINUS UNIVERSITY Raih Gold Award di Ajang Citra Pariwara ke-37