Penyiar Oh Penyiar (Repost tulisan 2010)

Apakah Anda hobi mendengarkan radio? Memiliki penyiar kesayangan? Sejak dulu, saya memiliki salah satu hobi yakni mendengarkan radio. Saya telah mendengarkan beberapa radio di Jakarta secara setia, sehingga secara emosional saya memfavoritkan beberapa penyiar, dalam arti, misalnya, kehadiran suara mereka bagaikan “penyembuh” khususnya di kala saya mengalami saat-saat yang sulit dalam fase-fase kehidupan saya.

Di bawah ini beberapa yang sempat saya kenang saat ini. Maaf, kalau tidak sistematis penyampaiannya, karena hanya menuliskan poin-poin yang sempat teringat dan saya juga agak mengantuk:

  • Nor Pud Binarto. Orang ini boleh dikata penyiar yang tidak lazim, berada di luar mainstream. Secara tidak sengaja, waktu itu mungkin (kira-kira) tahun 2000-an jam 11-an malam, saya mulai mengenal penyiar ini sejak mendengar Bung Nor Pud memutar lagu “Putih… Putih… Melati… Mekar… di Tamansari ….” (Melati Suci) yang dinyanyikan Mbak Tika Bisono. Apa yang dilakukan Nor Pud malam-malam saat itu adalah membahas lagu ini dan Ibu Fat (istri Bung Karno) dengan bendera merah-putih yang dirajut beliau. What? Nggak salah neh…?!” saya pikir waktu itu. Ya, tidak biasa saja. Ternyata selama beberapa waktu yang panjang, memang Nor Pud menjadi “penyiar tunggal” radio ini. Konten bicaranya filosofis. Kalau pendengar tidak “nyambung”, jangan harap bisa 1 menit saja bertahan berbicara dengan orang ini via sambungan telepon. Acara tiap sorenya, kalau tidak salah, namanya Portofolio, membahas kehidupan masyarakat Jakarta. Saya belajar banyak tentang pemikiran filsafat yang teraktualkan dari beliau. Radio tempat penyiar ini berkarya adalah Jakarta News FM. Saya rasa, tidak ada LSM, khususnya di Jakarta, yang tidak tahu radio ini pada waktu itu, karena konsen radio ini terhadap kehidupan orang kecil dan sisi-sisi “lain” dari kehidupan (Wardah Hafidz dari UPC cukup sering dikontak kalau ada masalah kehidupan orang kecil di Jakarta). Pokoknya, radio ini “aneh” betul, deh (saya kagum). Pernah menjelang hari lahir Pancasila, radio ini memutar sejumlah rekaman pidato Bung Karno hampir seharian, berikut pengupasan-pengupasannya. Kaset dan CD kompilasinya juga dijual (nampaknya  dengan ijin), dan hasilnya untuk kepentingan rakyat kecil. Saya juga masih ingat ketika Nor Pud punya homepage pertama kali dengan alamat http://norpud.4t.com   Anda yang sering main web seperti saya, pasti tahu bahwa 4t.com itu layanan free hosting biasa saja. Namun, Nor Pud dalam penjelasannya waktu itu memaknai “4t” itu sebagai “empati” (Kata beliau, “Maksudnya, mau saya bikin empati.”). Luar biasa  Yang saya ingat juga, waktu itu tiap Rabu malam, kalau tidak salah ingat, di radio ini ada siaran musik klasik. Pembawa acaranya tidak sembarangan: Anggito Abimanyu, (sekarang) pejabat tinggi Depkeu itu, ditemani Nor Pud (lagi), tentu saja. Berkat acara Pak Anggito inilah saya mengenal karya-karya komposer Felix Mendelssohn. Tokoh lain lagi yang juga jadi pengisi acara radio ini adalah Ratna Sarumpaet (tiap Sabtu pagi; sayang sekali kemudian ada konflik antara Ratna dengan Jaknews, yang tidak perlu saya perpanjang di sini). Nama acaranya, “Sabtu Pagi bersama Ratna Sarumpaet“. Juga ada almarhum Dono, dengan lawakan dan komentar kritisnya tentang kehidupan berbangsa. Sampai meninggalnya, Dono masih mengisi acara ini; pemakamannya disiarkan langsung oleh Jakarta News FM. Saya juga mengenal grup band legendaris CHASEIRO (Chandra Darusman & Friends) juga dari radio ini, “Pemuda ke mana langkahmu menuju? Apa yang membuat engkau ragu..?” hahaha, berkat Nor Pud, dkk. Diskusi-diskusi filosofis Bung Nor Pud dilakukan antara lain dengan Komaruddin Hidayat, Mudjisoetrisno, Gde Prama, Desi Anwar, dll; tentang Korupsi, Kematian, Cinta, dll. Kemudian Nor Pud menghilang setelah gencar-gencarnya Jakarta News FM siaran tentang banjir 2001…. Sekitar tahun berapa, saya lupa, tidak sengaja pula, saya ketemu lagi dengan suara Nor Pud Binarto di Radio Suara Metro 911, namun tentu saja lingkungan radionya berbeda dengan Jakarta News FM. Juga kemudian menghilang. By the way, siapa perempuan yang menjadi idaman Nor Pud… Saya ingat sekali beliau selalu bilang, “Desi Ratnasari, kalau nggak, Jeneffir Lopez”, hehehe. Nor Pud kini telah tiada, namun beberapa jejak pemikirannya masih tersimpan. Verba volant, scripta manent!
  • Bob Iskandar. Tidak ada pendengar lama Delta FM yang tidak kenal dengan Bob Iskandar. Penyiar ini selalu menemani kita dengan suara khas baritonnya yang renyah dan asyik tiap malam dengan sajian lagu-lagu oldies terpilih, baik pop maupun jazz. Tidak akan terlupakan oleh saya, cara beliau mengucapkan kata-kata, “Halo pendengar Delta, saya Bob Iskandar ….” “Delta FM, the bright side of Jakarta“. Des Alwi (sejarawan) cukup sering disapanya. Memang, cukup banyak tokoh penting di Indonesia yang saya duga menjadi pendengar setia siarannya Bung Bob Iskandar ini. Beliau mengakhiri siarannya sekitar tahun 2005 atau 2006, kalau saya tidak salah mengingat, dan saya juga sempat merekam dengan handphone (format AMR) kata-kata siaran beliau yang terakhir. Sedih juga, setelah cukup lama malam saya ditemani oleh Bung Bob Iskandar ini. I miss you, Bung Bob! Siaran terakhir Bob Iskandar di Delta FM, saya rekam dalam Chirbit.
  • Mega “Andromeda“. Ingat Mega Andromeda, ingat radio Ramako FM, yang dulu masih berfrekuensi di FM 106.15. Biasanya Mega Andromeda ini siaran tiap Minggu pagi. Yang terkesan oleh saya adalah suaranya yang sangat lembut dan sangat ramah. Nama asli beliau seingat saya: Megawati Sri. “Andromeda” adalah nama benda langit yang memang dikenakan pada nama belakang setiap penyiarnya, misalnya: Martin Mars, Jim Jupiter, Casey Comet, Gary Galaxy. Just for your info, Bayu Sutiono yang terkenal lewat Liputan 6 SCTV ini adalah si “Martin Mars”. Saya juga baru tahu ketika tahun 2000-berapa, gitu, saya lupa, ada acara ulangtahun Radio Ramako, di mana penyiar-penyiar veterannya diajak bersiaran di Ramako seharian. Kembali ke Mega, acara yang sering dibawakannya tiap Minggu pagi adalah “Sunday’s Love Songs“. Waktu siaran beliau tergolong singkat dibandingkan penyiar lain, saya ingat betul, tetapi suaranya yang ramah dan “sexy” (bukan dalam pengertian menggoda, melainkan atraktif namun anggun) dan kata-katanya itu, lho, yang bikin betah dengerinnya. Siaran Mega ini, kesan saya, “berbeda” dengan penyiar Ramako lainnya. Kalau Anda pendengar radio Ramako, Anda pasti menyadari bahwa terdapat sebagian besar penyiar yang siarannya “mekanistis” mempunyai warna siaran yang seragam. Tetapi, Mega “beda”. Setidaknya saya mengalami, beliau bisa menjalin kontak batin dengan pendengar, bukan hanya “melaksanakan pekerjaan”. Kalau di radio Sonora, perbandingannya mungkin dengan penyiar Eddie Dipo, yang gaya siarannya “beda” dengan penyiar lain selingkung (apalagi waktu dulu).
  • Nadia Ardiwinata. Ingat Nadia Ardiwinata… ingat radio, apa, ayooo??? Yup! Smart FM. Penyiar ini bersuara lantang, bersemangat, suka nemenin siarannya Andre Wongso serta Ibu Dewi Minangsari. Pertama kali saya dengar suara Mbak Nadia ini di Smart FM ketika beliau menghantar dongeng legenda Psyche. Menurut saya, orangnya smart, jadi cocoklah sesuai dengan nama radionya. Partnernya waktu itu namanya Andi Odang. Sekitar tahun 2006 atau 2007, kedua penyiar ini hengkang dari Smart FM. Sempat juga saya kontak dengan Mbak Nadia beberapa hari setelah ia tidak lagi di SMART FM. Saya teringat Mbak Nadia waktu itu karena Mbak Nadia Ardiwinata menjadi narator dalam sebuah rangkaian drama radio kisah dari Negeri Tiongkok yang diputar di Radio Sonora FM setiap hari mulai pukul 00.30 WIB atau pukul 01.00. Setelah itu, saya hampir tidak mendengar suara Mbak Nadia lagi di radio. Mbak Nadia, where are you?
  • Katrin. Mbak Katrin ini bersiaran di radio Sonora FM. Waktu itu, perasaan saya juga belum begitu lama mendengar suara Mbak Katrin, baru kira-kira 6 bulan-an. Yang jelas, suara Mbak Katrin ini “baik banget”, deh. Biasanya Mbak Katrin bersiaran mulai dari pukul 00.00 WIB (kalau hari Senin, biasanya Minggu malamnya beliau juga menjadi penyiar acara “Irama Klasik Ringan/Musik Klasik Sonora“) sampai pagi pukul 05.00. Coba tanyakan saja para pendengar Sonora yang suka mendengar radio ini pada dini hari sampai pagi di acara “Sahabat Setia“; pasti mayoritas mengetahui Mbak Katrin. Lagi-lagi, sebagaimana Bob Iskandar, saya juga sempat mendengar siaran terakhir Mbak Katrin (lupa tahun berapa, mungkin 2007 atau 2008). Sekarang di radio Sonora, masih ada Tasya dan Lani yang juga menjadi favorit pendengar.
  • John Adiguna, Hairil Chandra, Adrian Majid Kobat, Edi Junaidi. Wah kok banyak amat? Mereka ini adalah para penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat. Sekitar tahun 1994-1999 bahkan 2000-an, saya masih suka mendengar siaran RRI dini hari, di mana konten acaranya berbeda jauh dengan konten acara sekarang. Waktu itu RRI I merupakan segelintir radio yang siaran 24 jam. Sonora waktu tahun-tahun awal itu hanya siaran sampai dengan pukul 24 (kecuali malam Minggu). Radio yang siaran sampai dengan agak pagi (sampai pukul 01.0o) adalah Kiss FM dan Radio Arief Rahman Hakim (ARH) FM serta RRI Pro 2 FM, baru kemudian disusul oleh Cakrawala dengan siaran 24 jamnya. RRI waktu tahun 1990-an masih didominasi oleh acara kirim-kirim salam antar pendengar. Tiap pukul 00.00 WIB setelah siaran berita, “Radio Republik Indonesia dengan siaran berita. Sari berita penting ….”, adalah acara Renungan Pagi dengan puisi agamis oleh Rosdiana. Sekitar pukul 02.00 ada siaran khusus TNI, yang nama acaranya “Derap Anjangsana“. Saya masih ingat betul suara-suara khas dari keempat penyiar di atas. Ada John Adiguna, yang saya ingat pernah membawakan renungan mengenai “Waktu Terbaik” kita yang hanya dua jam setiap hari. Juga masih ingat Edi Junaedi selama 1-2 jam membawa dan menceritakan kisah-kisah di balik lagu-lagu The Beatle. Teringat juga, saya mengenal dan mulai menyukai sejumlah lagu Ismail Marzuki dan lagu-lagu keroncong karena disiarkan oleh Haeril Chandra (yang bila tertawa, renyah abisss). Serta Adrian Majid Kobat yang suka berbalas pantun Melayu dengan pendengar yang meneleponnya. Malam Minggu biasanya mereka semua tidak siaran. Mengapa? Karena RRI menyiarkan acara Wayang Semalam Suntuk dan disusul lagu dangdut, dan pada Minggu pagi-nya sekitar pukul 05.30 atau 06.00 bergemalah suara khas Tedjo Sumarto, Sarjana Hukum, penyiar acara Forum Negara Pancasila, tempat orang bertanya tentang Pancasila dan aktualisasinya (waktu itu masih periode Orde Baru; salah satu penanya adalah sahabat saya, Chatrin Pandrya, dkk  ).
  • Ida Arimurti. Penyiar ini juga penyiar Delta FM, seperti Oom Bob Iskandar. Belum lama juga saya mendengarnya, sekitar 2007/2008 yang lalu, namun rupanya sangat melekat di hati pendengar. Sekarang, Ida Arimurti dapat kita lihat wajahnya di sebuah acara Metro TV, “Delapan Puluh”. Suaranya terkenal merdu menemani penduduk Jakarta, diantaranya, sore hari saat jam pulang kantor. Juga, saya sempat mendengar siaran terakhir dari Ida Arimurti, yang konon sudah 25 tahun eksis di udara sebagai penyiar. Ingat “Ida – Krisna Show“?, “Ida Arimurti and Friends Show“?

Saya hanya mendeskripsikan pengalaman saya di sini. Tidak ada analisis apapun. Anda sekarang mengetahui, mengapa saya sangat “mencintai” mereka, dan merasa kehilangan dan “merindukan” mereka selalu.

Saya akhiri lagu ini dengan syair lagu Bimbo, sebagai berikut:

Balada Seorang Penyiar (Bimbo)

Tiada lembah tiada gunung Tiada kota tiada dusun Suaramu terdengar merayu Mengantarkan lagu-lagu

Baik siang maupun malam Baik suka maupun duka Kau arungi gelombang suara Kau hampiri pendengarmu

Dikau penyiar pujaan pendengarmu Suaramu … sungguh merdu Dikau penyiar pujaan pendengarmu Suaramu … sungguh merdu

Pendengarmu tak kenal wajahmu Pendengarmu tak mau tau rumahmu Suaramu pengenalmu Menyentuh merayap kalbu

Di udara, hilang suaramu Di udara, terasa kelam Lagu merdu, terasa kelabu Kemanakah gerangan tuan

Dikau penyiar pujaan pendengarmu Suaramu … sungguh merdu Dikau penyiar pujaan pendengarmu Suaramu … merdu

BERITA BINUS : Dari Nabire Menuju Kelas Dunia, Perjuangan Farida Mewujudkan Mimpi Melalui Beasiswa BINUS UNIVERSITY